DETIKDJAKARTA.COM, JAKARTA-
Pemerintah melalui Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) sudah membentuk Satuan Tugas (Satgas) Anti-Mafia Tanah. Bahkan Kejaksaan Agung (Kejagung) RI juga memerintahkan kepada para Kepala Kejaksaan Tinggi dan Kepala Kejaksaan Negeri membentuk tim khusus untuk memberantas mafia tanah dan mafia pelabuhan.
Pelaksanaan pembentukan Satgas Anti-Mafia Tanah dan Pungli sudah sebagian berjalan di tengah ribuan kasus-kasus yang terjadi. Untuk itu Benteng Jokowi dalam rangka membantu pemerintah juga mendirikan Posko Pengaduan dan membentuk Satgas Anti-Mafia Tanah dan Pungli.
Hal ini disampaikan Jak TW. Tumewan Ketua Umum Benteng Jokowi saat diwawancarai Syafrudin Budiman SIP wartawan senior di Jakarta, Rabu pagi (19/01/2021) di Jakarta.
“Pemerintah melalui Menkopolhukam, Kementerian ATR/BPN, Mendagri, Kejaksaan RI dan bahkan KPK sudah membentuk Satgas Anti-Mafia dan Pungli. Akan tetapi kasus-kasus yang terjadi se Indonesia ribuan, sehingga Benteng Jokowi mengambil inisiatif membentuk juga Satgas Anti-Mafia dan Pungli untuk membantu kinerja pemerintah,” kata Papa Jak sapaan akrabnya.
Launching Posko Pengaduan dan Satgas Anti-Mafia Tanah dan Pungli Benteng Jokowi digelar di Jl. Kertanegara 25 Jaksel, DKI Jakarta, 19 Januari 2021. Dimana ditunjuk Dedi Siregar, SH sebagai Kordinator Posko Pengaduan dan Satgas Anti-Mafia dan Pungli.
“Hari ini kita melaunching Posko Pengaduan dan Satgas Anti-Mafia dan Pungli ini, karena banyak masyarakat resah dan melapor kepada kami. Jadi kita putuskan untuk membentuk wadah pengaduan untuk menampung banyaknya kasus-kasus di masyarakat,” jelas Papa Jak.
Menurutnya hasil dari temuan dari Benteng Jokowi yang didapat dari masyarakat akan diverifikasi dan akan dilanjutkan ke aparat hukum dan aparat pemerintah. Katanya, praktek mafia tanah dan pungli diberbagai tempat mengkhawatirkan, oleh karena itu kita membantu kinerja pemerintah melawan mafia tanah.
“Kami dari Benteng Jokowi juga menyiapkan pengacara-pengacara dari LBH Jokowi sebagai pendampingan kasus-kasus tanah di Indonesia. Komitmen kami praktek mafia tanah dan pungli harus diberangus dan ditumpas,” ucap Pak Jak penuh semangat.
Sementara itu Dedi Siregar Kordinator Posko Pengaduan dan Satgas Anti-Mafia dan Pungli Benteng Jokowi akan terus bekerja makasimal untuk melayani masyarakat. Bagaimanapun katanya, praktek mafia tanah dan pungli ini sudah meresahkan masyarakat Indonesia.
“Kejadian kasus-kasus mafia tanah terjadi karena ketidaktahuan masyarakat, penipuan, penggelapan dan pemalsuan dokumen-dokumen hak tanah sertifikat tanah. Ini yang banyak terjadi dan harus kita awasi bersama,” jelas pria yang disapa Dedi ini.
Katanya, mafia tanah dan pungli merupakan sekelompok individu yang bergabung dalam satu kelompok. Dimana kemudian melakukan suatu kejahatan melanggar hukum yang menjadikan tanah sebagai objeknya.
“Para Mafia tanah dan pungli berkelompok karena dia bekerja tak sendiri, serta tak segan-segan melakukan komunikasi dengan pihak lain, semisal oknum BPN, oknum polisi, oknum jaksa, oknum PPAT dan lain sebagainya,” tandas Dedi.
Kementerian ATR/BPN dan Kejaksaan RI Membentuk Satgas Mafia Tanah
Berdasarkan hasil kajian dan evaluasi dari Kementerian ATR/BPN, rerata para pelaku kejahatan pertanahan menggunakan modus pemalsuan dokumen. Pemalsuan dokumen dilakukan sejak proses awal.
Para mafia tanah telah mempunyai target untuk menduduki suatu bidang maka melakukan koordinasi dengan oknum kepala desa untuk mengeluarkan surat keterangan tanah.
Tak hanya itu, ketika dokumen dibawa ke Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), oknum PPAT bisa saja tidak melakukan kewajibannya dengan benar.
“Seperti seharusnya ada verifikasi oleh pihak yang hadir, tapi ternyata tidak hadir dan dibuat surat keterangan palsu. Lalu, Akta Jual Beli (AJB) yang ada, dibawa ke BPN. BPN dalam hal ini tak punya kewenangan untuk melakukan pengecekan materiil, apakah ini asli atau tidak. Ketika dokumen sudah dikirim, ya ada asumsi bahwa ini sudah dicek,” kata Hary Staf Khusus Menteri ATR/BPN, (17/12/2021) Selasa lalu.
Selain itu, juga terdapat kasus penguasaan lahan yang bukan milik akibat tanah yang tidak dimanfaatkan dalam kurun waktu yang cukup lama.
“Karena tidak ada pemanfaatan, tiba-tiba muncul bangunan warung-warung liar semi permanen. Perlahan-lahan gedungnya berubah permanen dan banyak yang menempati,” ucapnya.
Oleh karena itu, dia mengimbau kepada masyarakat untuk betul-betul menjaga aset tanah yang dimiliki.
Tak hanya menjaga batas-batas aset tanah tetapi juga dimanfaatkan dan dikelola dengan baik agar tanah yang dimiliki memberi manfaat dan kemakmuran. Pihaknya juga mengimbau agar masyarakat tak mudah memberikan atau memberi kuasa atas sertifikat tanahnya ke sembarang orang yang kurang dipercaya terutama dalam hal jual beli.
“Lakukan transaksi jual beli di PPAT yang benar-benar dipercaya. Banyak sekali kasus-kasus kejahatan dikarenakan PPAT yang dipilih, ternyata PPAT yang fiktif. Jadi, selektif memilih PPAT agar proses peralihan jual beli menjadi aman,” katanya.
Kementerian ATR/BPN sangat tegas dalam memerangi mafia tanah. Hal ini dibuktikan dengan beberapa strategi yang terus digencarkan oleh Kementerian ATR/BPN, salah satunya dengan membentuk tim Satgas Anti-Mafia Tanah yang bekerja sama dengan Kepolisian RI dan Kejaksaan RI hingga melakukan asesmen secara ketat, bagi posisi-posisi strategis di Kementerian ATR/BPN.
“Setiap tahun, Satgas Anti-Mafia Tanah punya target penyelesaian sebanyak 60 kasus. Jadi, selama 3 tahun ini total sudah ada 180 kasus yang ditangani. Selain itu, kami juga memperbaiki sistem secara internal. Saat ini, jika menduduki posisi suatu jabatan maka diberlakukan asesmen sehingga kita mengetahui bagaimana dedikasi petugas kita di lapangan,” terang Hary.
Sementara itu Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin memerintahkan kepada para Kepala Kejaksaan Tinggi dan Kepala Kejaksaan Negeri membentuk tim khusus untuk memberantas mafia tanah dan mafia pelabuhan.
Menurut Burhanuddin, keberadaan mafia tanah dan mafia pelabuhan meresahkan masyarakat serta memicu konflik sosial.
“Keberadaan para mafia tersebut sangat meresahkan dan berimplikasi terhadap terhambatnya proses pembangunan nasional, juga rentan memicu konflik sosial, serta menurunkan daya saing. Bahkan para mafia tersebut telah berafiliasi dengan oknum-oknum pada berbagai lembaga pemerintah,” kata Burhanuddin dalam keterangan pers, Selasa (30/11/2021) lalu.
Ia pun meminta agar jaksa tidak hanya melakukan penindakan, tapi juga mampu mengidentifikasi penyebab maraknya praktik mafia tanah dan pelabuhan.
Burhanuddin menuturkan, jaksa harus mampu memberikan solusi perbaikan sistem agar tidak ada celah bagi para mafia untuk mengganggu tatanan yang ada.
Ia pun meminta jaksa mencermati setiap sengketa tanah yang terjadi di wilayah hukum masing-masing.
“Pastikan bahwa sengketa tersebut adalah murni sengketa tanah antar warga, bukan diakibatkan oleh para mafia tanah yang bekerja sama dengan oknum pejabat. Berikan perlindungan dan kepastian hukum pada warga masyarakat yang menjadi korban sindikat mafia tanah, dan segera antisipasi jika terjadi pergolakan dan gesekan horizontal di masyarakat,” ujarnya. (red)
Penulis: RB. Syafrudin Budiman SIP