Detikdjakarta – Jakarta, Pemerintah dalam setahun terakhir menyampaikan niat untuk memberikan izin WIUP tambang kepada organisasi keagamaan. Setelah Nahdlatul Ulama (NU), direncanakan 1-3 hari ke depan PP Muhammadiyah akan mengadakan rembuk pimpinan-pimpinan wilayah untuk sosialisasi dan mendengar masukan dari aspirasi daerah dalam acara Konsolidasi Nasional Muhammadiyah.
Kader Muda Muhammadiyah, Akmal B.Y, yang juga merupakan anggota LP UMKM PP Muhammadiyah, menyampaikan kepada media bahwa apapun sikap PP Muhammadiyah terkait pengelolaan tambang tentu saja didasari pertimbangan yang utuh dan kokoh sebelum mengambil keputusan. Sebagai organisasi yang berdiri sejak tahun 1912, Muhammadiyah sejatinya bergerak di sektor utamanya yakni pendidikan dan kesehatan. Menurut Akmal, langkah PP Muhammadiyah apabila menerima tawaran dari pemerintah pada sektor tambang batu bara adalah bagaimana perhatian persyarikatan pada pasca tambang. Sehingga kegiatan pasca tambang lingkungan juga menjadi perhatian, termasuk bagaimana membangun peradaban dan masyarakat di daerah sekitar tambang.
Tawaran pemerintah dalam PP dan Perpres yang dikeluarkan memang berbunyi selama 5 tahun dan setelahnya bisa diperpanjang kembali. Sementara daerah tambang yang diberikan adalah “warisan” titik tambang yang sudah pernah dikelola sebelumnya. Tentu yang harus dipertimbangkan adalah bagaimana bisnis proses di dalam pengelolaan tambang ini, kemudian hasilnya diperuntukkan untuk apa, serta bagaimana memiliki solusi terkait lingkungan dan kemasyarakatan.
Lebih jauh, Akmal menyampaikan bahwa masuk dalam sektor pertambangan sama dengan masuk ke dalam usaha perdagangan, UMKM, maupun sektor lain seperti perikanan, perkebunan, dll. Selalu ada plus-minus, bisa jadi ada fraud, dan tentu saja barangkali pasca tambang ini, sektor-sektor lain dapat menyusul diberikan kepada ormas keagamaan. Barangkali niat baik pemerintah kepada ormas keagamaan juga didasari keinginan agar ormas keagamaan memiliki value, atau nilai, sehingga bisa “mengajari” para pengusaha pertambangan bagaimana mengelola dunia tambang ini dengan cara yang lebih baik dan punya kekhususan.
Sebelum ini, tentu saja pasti banyak kader-kader Muhammadiyah baik struktural maupun non-struktural yang sejatinya sudah banyak berkecimpung profesional di dalam dunia pertambangan, termasuk batu bara. Oleh karena itu, sebetulnya ini biasa saja, tidak berbeda dengan sektor-sektor lain, ini hanya kecil saja, yang terpenting adalah pengawasan terus dilakukan, kewajiban dilakukan, hanya biasanya karena ini langkah pertama, tidak salah bila ada pendampingan dilakukan seperti kerjasama dengan konsultan yang memang sudah terbiasa mengoperasikan soal tambang batu bara. Dan bisa dicari konsultan-konsultan yang sudah teruji, memiliki visi sama dengan Muhammadiyah serta dapat menjadi advisory bagi Muhammadiyah agar mengelola dengan baik pengelolaan tambang yang bila nanti jadi dikelola oleh Muhammadiyah.
Landasan pemerintah memberikan otorisasi khusus kepada ormas keagamaan memiliki payung hukum yang kuat, ada PP-nya, ada Perpres-nya, ada undang-undangnya sehingga meski pemerintahan Joko Widodo akan berakhir, kebijakan ini kuat dan niat baik pemerintah dapat diterima sepanjang memang tidak ada kewajiban-kewajiban lain. PP Muhammadiyah perlu dilindungi dan dijaga agar tidak terlibat langsung dengan aktivitas langsung tambang batu bara sehingga terhindar dari praktik-praktik fraud yang mungkin terjadi. Perlu rasanya ada entitas kelembagaan yang hadir khusus menjalankan program-program pemerintah termasuk membentuk badan usaha di bawahnya, termasuk pada sektor pertambangan ini. Kalau di dunia kampus misalnya ada badan afiliasi atau semacam inkubator bisnis, namun ini levelnya untuk setingkat persyarikatan yang menaungi se-Indonesia.
Terakhir, menurut Akmal, pemanfaatannya mungkin ke depan warga Muhammadiyah juga tidak akan gagap bicara soal tambang maupun batu bara. SDM-nya bisa dipersiapkan barangkali dengan adanya jurusan-jurusan pertambangan maupun perminyakan. Lapangan kerja juga bisa dibuka seluas-luasnya agar bisa menjadi saluran baru terhadap persoalan penyerapan lapangan kerja di Indonesia. Semoga apapun keputusannya dalam 1-3 hari ini adalah keputusan besar bagi Muhammadiyah, yang sudah banyak melalui tantangan zaman. Termasuk pada tahun-tahun di awal orde baru saya pikir dapat dilampaui, seperti kewajiban asas Pancasila. Ketum PP Muhammadiyah kala itu bilang asas Pancasila sama seperti kita pakai helm. Nah, setelah pakai helm dan naik motor, mungkin ini saatnya untuk jalan memasuki “jalan baru” yang baru saja dibuat untuk bisa dilalui. Modal pakai helmnya sudah merupakan modal awal untuk selamat. Bismillah.
(Nda)