Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
Example floating
Example floating
Ucapan Selamat Hari Raya Idul Adha 2025 728x250
APOLEKSOSBUDSastraSENI DAN BUDAYATokoh

Jacob Ereste : Kitab I La Galigo Yang Sarat Bernilai Sastra dan Mantra (Bagian II)

4322
×

Jacob Ereste : Kitab I La Galigo Yang Sarat Bernilai Sastra dan Mantra (Bagian II)

Sebarkan artikel ini
Perahu Phinisi, Kapal Kayu Khas Suku Bugis Makassar
Iklan 468x60

DETIKDJAKARTA.COM –

Sungguh terkesan miris, kitab I La Galigo yang sarat muatan nilai spiritual suku bangsa Indonesia justru yang lengkap tersimpan di Perpustakaan Universitas Leiden, Belanda. Meskipun naskah yang terdiri dari dua belas jilid itu diperkirakan hanya sepertiga dari naskah I La Galigo secara keseluruhan. Jadi, dari kitab yang berkisah tentang awal mula manusia serta beragam tata kehidupan manusia di bumi, bisa dipastikan hampir mencapai 20.000 halaman dan sekitar satu juta baik syair, jika mengacu pada naskah yang telah terkumpulkan, 6.000 halaman atau 300.000 baik syair yang mengandung nilai spiritual maupun sastra yang tinggi. Karena kitab I La Galigo itu sendiri menjadi acuan pokok dalam penyampsian petuah, do’a serta semacam zikir dalam upacara adat yang dianggap sakral dan akan sangat menentukan mada depan generasi penerus suku bangsa Bugis berikutnya.

Iklan 300x600

Kitab I La Galigo acap disebut sebagai “Sureq Selleang’ atau “Sureq Bicarrana (Pau Punna) Sawerigading yang dianggap suci oleh masyarakat sejak masa lampau.

Baca Juga :  Depidar Soksi Jakarta Gelar Raker dan Deklarasi Dukungan Kepada Airlangga Hartarto Sebagai Ketum DPP dan Ahmed Iskandar Zaki Sebagai Ketua DPD DKJ Golkar

Kesakralan Kitab I zla Galigo masih tetap diyakini suku bangsa Bugis sampai sekarang. Sehingga warga masyarakat yang hendak membuka dan membaca Sureq I La Galigo itu untuk keperluan tertentu, termasuk saat hendak mengobati seseorang yang tengah sakit parah, pun acap dibacakan mantra dari ayat-ayat atau syair pilihan yang ada di dalam kitab yang telah mendapat pengakuan sebagai warisan dunia oleh UNESCO sejak tahun 2011 karena dianggap bernilai sejarah dan kitab terbesar (tebal) dibanding kisah yang dimuat Mahabarata.

Kisah awal mula turunnya manusia sebagai putra penguasa langit dan penentu nasib (Patotoqe) bernama La Togeq atau Batara Guru. Sehingga ayat yang menjadi mantra dibuka dengan biasa satu ayat yang dianggap sakral, seperti yang berbunyi berikut ini misalnya: “Tenangkanlah hatimu, anakku Latogeq Langiq. Turunlah ke bumi dengan hatimu yang lapang”, kata salah seorang membaca syair yang menjadi mantra dan sangat diyakini mempunyai kegiatan magis untuk menghindar dari berbagai godaan dan gangguan ruh jahat.

Baca Juga :  Sepakat, Tower BTS di RW 3 Jembatan Lima, Di Bongkar

Naskah kitab I La Galigo yang bermula dari karya lisan — lalu ditulis pada kisaran abad ke-14 hingga ditemukan oleh yang tertarik untuk mempelajarinya antara abad ke-16 hingga ke-18, mulai diketahui oleh banyak orang memiliki kandungan nilai sejarah, sastra dan tuntunan agama asli masyarakat setempat — jauh sebelum ada agama Samawi seperti yang ada sekarang.

Meski adaptasi naskah I La Galigo sudah terbilang mendunia lewat pementasan drama kolosal di berbagai negara — toh, I La Galigo sendiri tidak begitu dikenal oleh warga bangsa Indonesia yang memiliki warisan (artefak) budaya kaliber dunia, seperti Candi Borobudur dan Candi Muara Takus yang ada di Sumatra. Agaknya, atas dasar inilah diantaranya Sri Eko Sriyanto Galgendu, sebagai Pemimpin Spiritual Nusantara yakin dan percaya bahwa gerakan kebangkitan dan kesadaran serta pemahaman spiritual sangat potensial diawali dan dipelopori oleh bangsa Indonesia untuk memimpin dunia dan menjadikan Indonesia sebagai pusat sekaligus pelopor dari kebangkitan spiritual dunia yang sangat diperlukan menjadi daya penyeimbang dalan orientasi global manusia yang semakin materialistik.

Baca Juga :  Dewan Pimpinan Pusat Lembaga Advokasi Masyarakat Indonesia Menolak Junimart Girsang Sebagai Dubes Indonesia Untuk Italia

Sikap dan sifat manusia yang spiritualistik sangat diperlukan dari peradaban milenial sekarang ini untuk jadi penyeimbang ketimpangan etika, moral dan akhlak manusia yang tercerabut dari fitrah kemanusiaan yang mulia sebagai Khalifatullah di muka bumi. Agar manusia tidak semakin terjerembab dan tersuruk dalam suana duniawi.

Pondok Gede, 9 Oktober 2024

CATATAN REDAKSI

Apabila ada pihak yang merasa dirugikan dan/atau
keberatan dengan penayangan artikel dan/atau berita tersebut di atas, anda dapat mengirimkan artikel dan/atau berita berisi sanggahan dan/atau koreksi kepada Redaksi kami, sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (11) dan (12) Undang-Undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers.
Artikel/berita dimaksud dapat dikirimkan melalui email:
detikdjakartaofficial@gmail.com.
_______________________

Iklan 300250
Example 120x600

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!