Jakarta, – Pertamina terus berlindung di balik Undang-Undang No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (UU Migas) untuk mempertahankan monopoli distribusi avtur. Monopoli ini sudah berlangsung terlalu lama, dan saatnya untuk dihentikan.
“Menggunakan regulasi negara sebagai tameng untuk mempertahankan kontrol tunggal di sektor avtur telah merugikan masyarakat dan industri penerbangan secara langsung. Harga tiket pesawat terus melonjak akibat monopoli ini, dan publik sudah lelah dengan alasan yang sama,” tegas Via Swara kepada awak media, Jumat (11/102024)
Kritik dari Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi dan Menko Luhut Binsar Pandjaitan sudah jelas. Keduanya telah menyoroti tingginya harga avtur dan menyerukan agar pasar avtur segera dibuka bagi pemain swasta. Bahkan, temuan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menunjukkan bahwa monopoli Pertamina di sektor avtur menyebabkan harga avtur di Indonesia lebih tinggi dibandingkan dengan negara-negara tetangga, seperti Singapura dan Malaysia. Kondisi ini berdampak langsung pada harga tiket pesawat domestik yang terus membebani masyarakat luas.
“Namun, hingga saat ini, tidak ada tindakan signifikan yang diambil untuk menindaklanjuti kritik ini. Pertamina berlindung di balik UU 22/2001, dengan dalih bahwa mandat mereka adalah untuk menjaga ketahanan energi nasional. Tapi, apakah mandat ini berarti harus mempertahankan monopoli yang merugikan masyarakat? UU 22/2001 memang memberikan Pertamina peran strategis, tetapi undang-undang ini juga menekankan pentingnya persaingan usaha yang sehat, yang ironisnya diabaikan oleh Pertamina,” kata Via
Lanjut Via, Jika pemerintah tidak segera bertindak, maka monopoli ini akan terus menekan ekonomi nasional. Tidak ada alasan bagi Pertamina untuk mempertahankan kontrol penuh atas pasar avtur ketika sudah terbukti bahwa kompetisi di pasar ini akan memberikan keuntungan lebih besar kepada masyarakat, seperti yang terjadi di negara-negara lain. Harga tiket pesawat yang lebih rendah dan layanan yang lebih baik hanya bisa tercapai jika ada persaingan yang sehat di sektor avtur.
“Pemerintahan Prabowo Subianto tidak boleh tinggal diam. Koordinasi lintas kementerian, terutama antara Menteri BUMN Erick Thohir, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia, dan Kementerian Perhubungan, harus segera dilakukan untuk memastikan reformasi ini berjalan,” ungkapnya.
Mengandalkan monopoli Pertamina sebagai satu-satunya penyedia avtur sudah tidak relevan lagi di era ini. Jika reformasi pasar avtur tidak segera dilaksanakan, masyarakat akan terus membayar harga yang tidak seharusnya mereka tanggung.
“Publik tidak membutuhkan alasan lain dari Pertamina. Monopoli avtur harus diakhiri. Pemerintah harus bertindak tegas dan berani mengutamakan kepentingan rakyat, bukan hanya mengamankan keuntungan segelintir pihak,” terang Via