Jakarta, 27 Agustus 2025 — Proses seleksi calon Ketua dan Anggota Komite Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) periode 2025–2029 kembali dipertanyakan. Alih-alih berjalan transparan, mekanisme seleksi justru sarat kejanggalan sejak awal, dari pengumuman administratif hingga indikasi intervensi politik.
Berdasarkan Pengumuman Nomor 12.Pm/KP/05/SJN.P/2025, Panitia Seleksi (Pansel) Kementerian ESDM menyatakan 36 nama peserta lulus seleksi administrasi. Nama-nama tersebut antara lain:
Adil Muchtar, Ahmad Faisal, Ahmad Husaini, Ahmad Said, Alwi Yusuf, Andi Irfan.
Andi Rahmat, Arif Budiman, Arifin Yusuf, Badrun Syah, Basuki Trikora, Bayu Adi.
Deddy Cahyadi, Dodi Gunawan, Eddy Susanto, Eko Prasetyo, Fahrul Rozi, Feryanto Sihombing.
Hendra Wijaya, I Gede Putra, Imam Hidayat, Indra Setiawan, Joko Priyono, Lukman Hakim.
M. Fauzi, M. Ridwan, Mahfud Arif, Mochamad Fadli, Muchlis Hidayat, Nurdin Abdullah.
Purnomo Suryanto, Rahmadsyah, Rudi Hartono, Supriyadi, Syamsul Huda, Yulianto.
Namun publik dikejutkan dengan Pengumuman Nomor 13.Pm/KP/05/SJN.P/2025 yang secara mendadak menambahkan dua nama baru: Nurhasan Saidi dan Amir Uskara. Dengan tambahan tersebut, total peserta lulus administrasi menjadi 38 orang.
Masuknya dua nama tambahan di luar hasil administrasi awal tanpa alasan jelas menimbulkan dugaan praktik manipulatif. ICER menilai langkah ini sebagai bentuk pelecehan terhadap asas transparansi dan meritokrasi. “Perubahan hasil administrasi tanpa mekanisme yang jelas adalah cacat prosedur. Presiden tidak boleh tinggal diam,” tegas Akril, Ketua ICER, kepada media.
Kejanggalan lain muncul ketika sejumlah kandidat dengan rekam jejak kuat, termasuk Basuki Trikora yang lama berkarier di Pertamina, justru dinyatakan tidak lolos. Absennya figur berpengalaman memperkuat kesan adanya kepentingan non-teknis yang lebih dominan ketimbang meritokrasi.
Selain itu, aturan batas usia yang semula 40–60 tahun diberi kelonggaran dengan rekomendasi Menteri ESDM bagi peserta di atas 60 tahun. ICER menilai pasal ini rawan disalahgunakan karena memberi diskresi politik yang terlalu besar. Celah ini membuka jalan nepotisme, dinasti politik, hingga oligarki energi.
ICER menekankan bahwa BPH Migas bukan jabatan seremonial. Lembaga ini memegang kendali vital dalam distribusi BBM bersubsidi dan transportasi gas. Bila seleksi bermasalah, ketahanan energi nasional terancam, kredibilitas regulator runtuh, dan kepercayaan dunia usaha terkikis.
Karenanya, ICER mengajukan empat tuntutan utama: menghentikan sementara proses seleksi, menganulir pansel bentukan Kementerian ESDM dan mengembalikan mekanisme sesuai UU Migas, menghapus aturan rekomendasi usia di atas 60 tahun, serta mendorong partisipasi publik dan pakar independen dalam seluruh tahapan.
“Kredibilitas regulator adalah fondasi ketahanan energi. Seleksi bermasalah bukan hanya merusak prosedur, tetapi juga mengancam masa depan pasokan energi rakyat,” ujar Akril.
Sejumlah peserta disebut tengah mempertimbangkan langkah hukum melalui PTUN. ICER mendesak Presiden, DPR, dan lembaga pengawas bertindak cepat memulihkan integritas proses seleksi sebelum kerusakan lebih luas melanda sektor hilir migas nasional.