Jakarta, detikj- Langit cerah dan angin laut menyambut kedatangan Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung ke Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu. Namun di balik suasana tenang itu, terselip pesan tegas dari sang gubernur: Jakarta tak boleh membiarkan ketimpangan terus hidup di wilayah paling pinggirnya.
“Pulau adalah bagian utuh dari Jakarta. Kita tak bisa bicara Jakarta global kalau air bersih dan sinyal internet di sini saja masih bermasalah,” ujar Pramono dalam kunjungan kerjanya, sambil meninjau puskesmas dan sekolah di kawasan itu.
Pernyataan itu memukul kesadaran banyak pihak: di tengah gegap-gempita Jakarta daratan dengan MRT, taman pintar, dan stadion megah, warga pulau masih berkutat dengan masalah air bersih, jaringan internet yang putus-nyambung, dan akses layanan publik yang terbatas.
Pramono menyatakan Pemprov DKI akan memprioritaskan pemenuhan empat kebutuhan dasar di Kepulauan Seribu: akses air bersih, layanan kesehatan, konektivitas digital, dan transportasi laut yang andal. Ia juga meminta agar sistem sekolah daring di pulau-pulau ditinjau ulang agar tak menjadi penghambat pendidikan.
Dukungan terhadap langkah ini datang dari berbagai kalangan, termasuk Jaringan Masyarakat Madura Jakarta (JAMMA), yang memiliki sejumlah jaringan nelayan di Pulau Kelapa dan Pulau Tidung. Ketua Umum JAMMA, Edi Homaidi, menyatakan apresiasinya terhadap keberanian Pramono bicara blak-blakan soal ketimpangan. “Jarang ada pejabat yang mau turun dan mengakui bahwa Jakarta belum adil bagi semua,” ujarnya, ke awak media detikj, Jumat (4/7/2025)
Menurut Edi, Kepulauan Seribu selama ini seperti ruang belakang dari rumah besar bernama Jakarta. “Kami ingin agar pembangunan tak hanya melaju di Thamrin dan Sudirman, tapi juga menyentuh dermaga, masjid kampung, dan ruang belajar anak-anak di pulau,” tambahnya.
Pramono juga menyoroti pentingnya penguatan ekonomi biru berbasis komunitas di kepulauan. Ia meminta Dinas KUKMP dan Dinas Pariwisata memfasilitasi nelayan, pembudidaya rumput laut, dan pengelola homestay agar bisa terkoneksi ke ekosistem digital dan promosi pariwisata nasional.
JAMMA menilai arah kebijakan ini penting agar warga kepulauan tidak hanya jadi objek bantuan, tapi subjek ekonomi mandiri. “Yang dibutuhkan bukan sekadar bansos, tapi jembatan teknologi dan pelatihan untuk UMKM lokal,” tegas Edi.
Langkah Pramono ini bukan sekadar kunjungan seremonial. Ia membawa pesan simbolik yang kuat: Jakarta adalah satu, dari Ancol sampai pulau terjauh. Dan kota besar hanya layak disebut maju jika setiap warganya—termasuk mereka yang tinggal di ujung lautan—merasakan keadilan yang sama.