Jakarta (detikj) –PT Pertamina (Persero) mencatat lonjakan kinerja di seluruh lini bisnis sepanjang semester I 2025. Produksi minyak mentah naik 8 persen menjadi rata‑rata 700 ribu barel per hari, sedangkan gas terkompresi meningkat 12 persen ke 1,1 juta barrel setara minyak per hari. Di hilir, kapasitas kilang kini menutup 90 persen kebutuhan domestik, menekan impor menjadi 10 persen.
Pada Konferensi Pers Capaian Kinerja 2024 di Grha Pertamina, Jumat (13/6/2025), Direktur Utama Simon Aloysius Mantiri menegaskan bahwa 2024 adalah tahun menantang. “Kami merampungkan revitalisasi Kilang Balongan dan Cilacap sambil menjaga permintaan pasar. Meski menghadapi fluktuasi harga global dan kendala teknis, Pertamina berhasil menjaga produksi hulu–hilir tetap stabil,” ujarnya.
Romadhon Jasn, Direktur Gagas Nusantara, mengapresiasi capaian tersebut. “Akselerasi ini lebih dari sekadar peningkatan angka, tetapi fondasi bagi kemandirian energi. Namun transparansi data hulu–hilir harus terus diperkuat agar publik memahami setiap dinamika operasional,” katanya di Jakarta, Sabtu (14/7/2025)
Meski capaian positif, tantangan teknis masih muncul. Jaringan pipa gas di wilayah Timur Indonesia terlambat mendapat perbaikan, menurunkan efisiensi hingga 5 persen. Sebagian kilang kecil belum terhubung ke rantai dingin, memengaruhi distribusi solar untuk nelayan dan industri perikanan di daerah 3T.
Perlunya penanganan cepat untuk jaringan distribusi. “Program audit pipa dan penambahan buffer tank di titik strategis harus dipercepat. Tanpa itu, puncak permintaan justru memicu antrean dan kelangkaan lokal,” tegas Romadhon.
Pemerintah mendukung lewat insentif fiskal dan percepatan perizinan. Proyek gas Bontang II dan Tangguh II dipercepat, sementara pembangunan kilang Bontang dan Dumai memasuki tahap akhir. Target bauran energi menjadikan gas 23 persen dan EBT 5 persen pada 2030, sebagai bagian Rencana Umum Energi Nasional.
Romadhon menyarankan forum koordinasi rutin antara Pertamina dan pemda. “Integrasikan peta kebutuhan energi lokal dalam kebijakan nasional melalui dialog tiga pihak—pemerintah, BUMN, dan akademisi. Ini akan menjamin kelancaran distribusi dan dukungan kebijakan,” ujarnya.
Transisi ke energi bersih mulai dijajal. Program B30 menuju B32 dan B35 diluncurkan, plus pilot project hidrogen hijau di Balongan. Pertamina menggandeng startup biogas komunitas untuk menjajaki model pertanian-terintegrasi di pulau Jawa, mengurangi jejak karbon.
Romadhon menyoroti pentingnya sinergi transisi energi. “Swasembada energi bukan hanya soal kuantitas, tetapi ketangguhan pasokan dan keberlanjutan lingkungan. Kolaborasi hulu–hilir–EBT akan mengokohkan komitmen berkelanjutan,” pungkasnya.
Ke depan, efektivitas kebijakan bergantung pada manajemen berintegritas dan partisipasi publik. Dengan komitmen membumikan data, meningkatkan literasi energi, dan mempertahankan momentum reformasi hulu–hilir, Indonesia berpeluang nyata mencapai swasembada energi yang inklusif dan berdaya saing.