Menjawab Sentimen Negatif: Apa yang Bisa Dilakukan Polri di 2025?
Rilis akhir tahun Polri pada 31 Desember 2024 memberikan gambaran serius tentang dinamika kepercayaan publik terhadap institusi ini. Dari 7.128.944 interaksi yang tercatat di media sosial, 46 persen atau 3.311.485 interaksi bernada negatif. Sementara itu, sentimen positif hanya mencapai 37 persen, dengan sisanya bersifat netral. Angka ini mencerminkan tantangan berat yang harus dihadapi Polri di tahun 2025 untuk memulihkan citranya di mata masyarakat.
Sebagai institusi yang menjadi pilar utama dalam penegakan hukum dan keamanan negara, Polri dihadapkan pada realitas di mana perilaku oknum personel sering kali menjadi penyebab utama krisis kepercayaan. Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo sendiri mengakui bahwa sentimen negatif didominasi oleh kasus-kasus yang melibatkan pelanggaran etika dan penyalahgunaan wewenang oleh personel Polri. Hal ini menunjukkan bahwa reformasi internal menjadi kebutuhan mendesak untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat.
Sentimen Negatif di Media Sosial: Cermin Kepercayaan Publik
Media sosial kini menjadi barometer utama opini publik. Dari 7 juta lebih interaksi tentang Polri di media sosial, platform Twitter (sekarang X) mendominasi dengan 4.864.511 unggahan, diikuti oleh YouTube (1.118.709), Instagram (440.256), TikTok (378.833), dan Facebook (326.635). Data ini menunjukkan bahwa masyarakat semakin aktif menyoroti kinerja Polri melalui ruang digital.
Sayangnya, sentimen negatif mendominasi sebagian besar bulan di tahun 2024, khususnya dari Maret hingga Desember. Ini sejalan dengan beberapa peristiwa besar yang melibatkan anggota Polri dalam pelanggaran etik dan penyalahgunaan kekuasaan. Sebaliknya, sentimen positif hanya mendominasi pada Januari, Februari, dan Juli, yang kemungkinan besar didorong oleh keberhasilan Polri dalam mengungkap kasus besar atau inisiatif strategis yang diapresiasi masyarakat.
Fakta ini menunjukkan bahwa keberhasilan operasional tidak cukup untuk membangun citra positif. Publik menuntut konsistensi dalam penegakan hukum yang adil, transparan, dan tanpa tebang pilih.
Akar Masalah: Perilaku Oknum dan Krisis Integritas
Kapolri dalam pidatonya menegaskan bahwa dinamika isu terkait Polri sangat dipengaruhi oleh perilaku personel di lapangan. Beberapa kasus menonjol di tahun 2024 menjadi sorotan, seperti dugaan penggunaan kekerasan berlebihan dalam penanganan demonstrasi, penyalahgunaan wewenang oleh oknum perwira, dan kasus pelanggaran etik yang viral di media sosial.
Dampaknya adalah erosi kepercayaan publik secara menyeluruh, meskipun kasus tersebut melibatkan segelintir oknum. Perilaku kontraproduktif ini tidak hanya merugikan korban langsung, tetapi juga mencoreng wajah institusi Polri di mata masyarakat.
Selain itu, tingginya ekspektasi terhadap Polri untuk menegakkan hukum secara adil sering kali berbanding terbalik dengan realitas di lapangan. Ketidaktegasan dalam menangani oknum yang melanggar, lambatnya reformasi internal, dan minimnya transparansi menjadi bahan bakar utama sentimen negatif di media sosial.
Langkah Strategis untuk Tahun 2025
Tantangan utama Polri di tahun 2025 adalah menjawab kritik dan membuktikan komitmennya terhadap reformasi institusional. Berikut adalah beberapa langkah strategis yang dapat dilakukan untuk mengubah sentimen negatif menjadi kepercayaan publik yang lebih baik:
1. Penegakan Hukum Tanpa Tebang Pilih
Salah satu kritik utama masyarakat adalah ketidakadilan dalam penegakan hukum. Kasus-kasus besar yang melibatkan tokoh penting sering kali dianggap tidak diusut secara tuntas. Untuk mengubah persepsi ini, Polri harus menunjukkan keberanian dalam menegakkan hukum tanpa pandang bulu, baik terhadap masyarakat umum maupun terhadap elite politik atau ekonomi.
2. Reformasi Internal yang Transparan
Polri perlu mempercepat reformasi internal, terutama dalam penanganan pelanggaran etik oleh personel. Salah satu cara untuk meningkatkan transparansi adalah dengan mempublikasikan hasil investigasi dan tindakan terhadap oknum yang melanggar. Sistem pelaporan internal yang independen juga harus diperkuat untuk mencegah penyalahgunaan kekuasaan.
3. Optimalisasi Media Sosial untuk Mendekatkan Diri ke Publik
Media sosial tidak hanya menjadi sumber kritik, tetapi juga peluang besar bagi Polri untuk memperbaiki citra. Dengan lebih dari 4,8 juta interaksi di Twitter, Polri dapat memanfaatkan platform ini untuk berkomunikasi secara aktif, memberikan informasi terkini, dan merespons keluhan masyarakat dengan cepat.
4. Penguatan Pelatihan Etika dan Profesionalisme
Perilaku kontraproduktif personel sering kali disebabkan oleh kurangnya pelatihan dalam menghadapi situasi tertentu. Polri harus memperkuat pelatihan di bidang etika, komunikasi, dan pengendalian emosi, terutama untuk personel yang bertugas di lapangan.
5. Peningkatan Layanan Publik Berbasis Teknologi
Keberhasilan Polri dalam memanfaatkan teknologi untuk pelayanan publik, seperti SIM online atau laporan digital, harus terus ditingkatkan. Langkah ini tidak hanya memudahkan masyarakat, tetapi juga memperkuat transparansi dan akuntabilitas.
Membangun Citra Positif: Tantangan dan Peluang
Meskipun tantangan yang dihadapi Polri cukup besar, ada peluang besar untuk membangun kembali citra positif. Keberhasilan pada awal tahun 2024, seperti pengungkapan kasus besar, menunjukkan bahwa masyarakat masih menghargai kerja keras Polri ketika dilakukan dengan baik. Namun, keberhasilan operasional harus diiringi dengan integritas dalam pelaksanaan tugas sehari-hari.
Salah satu cara untuk membangun citra positif adalah melalui program-program humanis yang mendekatkan Polri dengan masyarakat. Misalnya, kegiatan sosial, edukasi hukum di sekolah-sekolah, atau kolaborasi dengan komunitas lokal untuk menjaga keamanan lingkungan.
Harapan untuk 2025: Polri yang Lebih Humanis dan Akuntabel
Polri memiliki peran yang sangat vital dalam menjaga stabilitas negara. Namun, stabilitas ini tidak akan tercapai jika kepercayaan masyarakat terus menurun. Tahun 2025 harus menjadi momentum bagi Polri untuk membuktikan komitmennya terhadap reformasi yang sesungguhnya, bukan hanya janji di atas kertas.
Keberhasilan Polri di tahun depan tidak hanya diukur dari jumlah kasus yang berhasil diungkap, tetapi juga dari seberapa besar masyarakat merasa aman, terlindungi, dan diperlakukan dengan adil oleh aparat kepolisian.
Penutup
Sentimen negatif yang mendominasi media sosial pada 2024 menjadi pengingat bahwa reformasi internal Polri adalah kebutuhan mendesak. Dengan mengatasi akar masalah, yaitu perilaku kontraproduktif oknum dan kurangnya transparansi, Polri dapat kembali membangun kepercayaan publik. Tahun 2025 adalah kesempatan untuk membuktikan bahwa Polri tidak hanya mampu melindungi dan mengayomi, tetapi juga menjadi institusi yang benar-benar dicintai oleh masyarakat.
Penulis adalah Romadhon Jasn
Aktivis sosial, dan pengamat kebijakan publik.