PENULIS : LA MASENG
Narasi tentang “menyeramkannya” Uji Kompetensi Wartawan (UKW) sebagai sebuah keseharusan bagi oleh seorang Wartawan, menjadi rahasia dan bisik-bisik terpendam di kepala seseorang yang ingin dan bahkan telah terjun di dunia informasi publik.
UKW yang dicanangkan oleh Dewan Pers adalah sebuah bentuk pengenalan dasar jurnalistik, bukan sekedar pengetahuan tentang menulis berita dari berbagai sisi, namun juga bagaimana “etika” jurnalis, baik yang ada di lapangan maupun yang berada di belakang meja.
Dalam UKW yang dilaksanakan oleh Fakultas Ilmu Komunikasi (FIKOM) Universitas Prof. Dr. Moestopo (Beragama) (UPDM (B)) angkatan ke LXIII, yang dilangsungkan di Megamendung, Bogor, Jawa Barat, dimana penulis menjadi salah satu peserta guna mendapatkan tiket sebagai Wartawan Muda, menemukan bahwa UKW bukanlah sesuatu yang patut disebut dengan “Menyeramkan” karena sesuatunya adalah hal yang wajar, belajar dan diuji dengan hal-hal yang sangat mendasar di dunia jurnalis.
Mungkin sebagai contoh, pengetahuan dasar membuat berita, atau mungkin sikap dan prilaku wartawan, yang menjadi ujian yang bukan serta merta terjadi pilihan salah-benar, tapi apa yang seharusnya dilakukan, Dewan Penguji tidak semata-mata “memveto” hasil ujian peserta, namun juga membimbing peserta untuk melihat yang mana yang lebih baik, baik dalam menulis maupun dalam bersikap sebagai wartawan.
Mohammad Nasir, adalah salah satu tokoh jurnalis yang pada masanya adalah salah satu wartawan yang ternama di KOMPAS, yang pada UKW diatas, adalah penguji dari penulis, ada dan hadir bukan hanya sebagai penguji namun juga sebagai mentor, tidak memveto “benar atau salah”, namun juga memberikan pengetahuan baru bagi para Wartawan yang sedang mengikuti UKW.
Saya menyadari momok mendasar dari seseorang yang ingin dan bahkan telah terjun ke dunia jurnalis, adalah bagaimana menulis dengan baik dan apa saja aturan tertulis dan tidak tertulis yang harus dipatuhinya. 2 hal ini yang sangat besar menjadi kendala, dan sepatutnya secara personal, kembali belajar bukan hanya soal menulis namun juga bagaimana seluk beluk dunia wartawan.
Ironisnya, kebanyakan “Wartawan” tidak mau tahu tentang kedua hal tersebut, yang difahami secara tekstual dan menjadi hafalan luar kepala adalah Undang-undang No. 40 Tahun 1999 tertang Kebebasan Pers. Hal yang mendorong pemahaman bahwa menjadj wartawan dapat menembus “Blokade” apapun, hingga menjadi “raja” atau sebutan apapun di wilayahnya.
Berkesempatan mengikuti UKW (tak lupa saya ucapkan terimakasih kasih kepada Bapak AYS Prayogie, Pemimpin Redaksi hitvberita.com dan juga Ketua Umum MIO Indonesia) memberikan pemahaman baru, bahwa Uji Kompetensi Wartawan (UKW) bukan hanya sekedar ujian untuk menentukan lulus atau tidak, namun juga warna baru, baik pada pemahaman menulis berita, bersikap sebagai Wartawan dan juga memahami urgensi wartawan sebagai penyampai sebuah kejadian terhadap pembaca.
Hilangkan kata “menyeramkan”, hilangkan kata “lulus atau tidak lulus”, karena UKW yang digelontorkan oleh Dewan Pers, sesungguhnya (bagi saya) adalah momen berharga melihat lebih dalam dunia wartawan di balik jubah penguji.
Munas IPJI, Kemayoran, Jakarta
Senin, 27 Oktober 2025

















