- Jakarta, detikj— Keputusan Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung untuk memasukkan tempat karaoke dan kelab malam ke dalam daftar Kawasan Tanpa Rokok (KTR) menuai apresiasi dari berbagai pihak. Langkah ini dinilai sebagai bentuk keberpihakan yang nyata terhadap hak publik atas udara bersih—bahkan di ruang yang kerap dianggap abu-abu secara regulasi.
Jaringan Masyarakat Madura Jakarta (JAMMA) menyatakan dukungan terhadap kebijakan tersebut. Ketua Umum JAMMA, Edi Homaidi, menyebut keputusan ini “berani, progresif, dan berpihak pada keselamatan bersama.” Ia menegaskan bahwa udara bersih adalah hak konstitusional warga, tak peduli di mana mereka berada—di halte, ruang kerja, atau ruang hiburan.
“Selama ini, tempat hiburan malam menjadi zona bebas hukum terkait asap rokok. Padahal, banyak pekerja yang tak bisa menolak terpapar, dari pramusaji hingga petugas keamanan. Kebijakan ini menempatkan hak pekerja dan pengunjung non-perokok di tempat yang semestinya,” ujar Edi dalam keterangannya di Jakarta, Selasa (27/5).
JAMMA melihat kebijakan ini juga selaras dengan tren kota-kota besar dunia yang mulai memperluas cakupan KTR ke berbagai tempat publik tanpa diskriminasi fungsi. Bahkan, ruang yang identik dengan relaksasi pun tak bisa menjadi alasan untuk mengorbankan kesehatan.
Edi menegaskan bahwa komunitas Madura di Jakarta pun turut merasakan dampak dari minimnya perlindungan terhadap paparan asap rokok, termasuk di area-area kerja informal atau hiburan malam. “Banyak warga kita bekerja di sektor jasa dan hiburan. Mereka berhak atas udara sehat,” tambahnya.
Lebih lanjut, JAMMA mendorong Pemprov DKI untuk tidak hanya membuat regulasi, tetapi juga memastikan penegakan aturan di lapangan berjalan efektif. “Jangan sampai ini hanya jadi poster di dinding. Harus ada pengawasan, sanksi tegas, dan edukasi ke pemilik usaha,” ujar Edi.
Pihaknya juga mengajak tokoh masyarakat, ormas, dan pelaku usaha hiburan untuk mendukung aturan ini sebagai bagian dari peradaban kota. “Jakarta tidak kehilangan daya hidupnya hanya karena tanpa asap rokok. Justru ia bertambah bernapas,” kata Edi.
Bagi JAMMA, keputusan ini menjadi bagian dari narasi besar Jakarta sebagai kota global yang sehat, setara, dan beradab. “Ini bukan hanya soal rokok. Ini tentang siapa yang kita lindungi dalam kebijakan publik,” tutup Edi.