Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
Example floating
Example floating
Iklan 728x250
APOLEKSOSBUD

Keracunan Bukan Alasan Menghentikan Program Makan Bergizi Gratis

58
×

Keracunan Bukan Alasan Menghentikan Program Makan Bergizi Gratis

Sebarkan artikel ini
Iklan 468x60

JAKARTA,- Program Makan Bergizi Gratis (MBG) semestinya dipandang sebagai langkah maju negara dalam memperbaiki kualitas gizi anak bangsa, bukan sekadar proyek politik. Namun di tengah implementasinya, muncul sejumlah kasus keracunan yang kemudian dijadikan amunisi oleh pihak-pihak yang menolak program ini. Padahal, secara rasional, kasus tersebut perlu disikapi dengan analisis sebab-akibat yang objektif, bukan dengan pembatalan kebijakan yang jelas manfaatnya.

Keracunan makanan adalah persoalan global. Di Jepang, Korea Selatan, hingga China, kasus serupa terjadi secara berkala, namun yang diperbaiki selalu sistem dan prosedurnya, bukan programnya yang dihentikan. Di sana, setiap kasus dijadikan momentum memperkuat pengawasan, bukan alasan menggugat niat baik negara memberi makan anak-anak sekolah. Pendekatan yang logis dan konstruktif seperti inilah yang juga seharusnya diterapkan di Indonesia.

Iklan 300x600

Menurut Romadhon Jasn, Direktur Gagas Nusantara, pendekatan emosional dalam menilai MBG harus dihentikan. “Kita perlu berpikir jernih. Jika terjadi kasus keracunan, fokusnya mencari penyebab, memperbaiki sistem, dan menindak pelaku jika terbukti lalai bukan menggugat program yang sejatinya membawa manfaat besar bagi jutaan anak,” ujarnya kepada awak media, Senin (13/10)

Baca Juga :  Lurah Sunter Agung,Teguh Subroto Cepat Tanggap Respon dan Tuntaskan Laporan Pedagang Kuliner STS

Secara teknis, penyebab keracunan bisa berasal dari banyak titik dalam rantai produksi. Bisa dari dapur SPPG, bisa pula dari proses distribusi, bahkan dari lingkungan sekolah itu sendiri. Misalnya, beberapa kasus menunjukkan penyebaran bakteri terjadi karena penggunaan kain serbet bersama setelah cuci tangan. Logika sederhana juga bisa digunakan: satu dapur SPPG biasanya memasak untuk 3.000 porsi per hari. Jika sumber masalahnya dari dapur, maka seluruh siswa seharusnya terdampak, bukan hanya puluhan.

Dengan logika itu, kemungkinan besar kasus-kasus keracunan yang muncul bersumber dari faktor eksternal di luar dapur produksi. Artinya, fokus penanganan tidak cukup berhenti pada audit dapur, tapi juga perlu memastikan higienitas di sekolah, keamanan distribusi, dan perilaku konsumsi siswa. Itulah yang kini mulai dilakukan Badan Gizi Nasional (BGN) dan tim teknis di lapangan.

Baca Juga :  Ketum PADI, Edi Prasetio Harap PEMILU 2024, Kondusif

Romadhon menegaskan bahwa BGN telah bekerja sesuai prinsip kehati-hatian. “Kita perlu memberi apresiasi kepada BGN. Mereka tidak tinggal diam. Langkah-langkah preventif sudah dijalankan, termasuk peningkatan pengawasan, penggunaan alat sterilisasi, serta edukasi kepada pihak sekolah,” tuturnya.

Untuk meminimalisir risiko di luar dapur, SPPG kini dianjurkan menyediakan tisu sekali pakai, mengedukasi sekolah tentang sanitasi dan hygiene, serta memberi segel pada ompreng agar tidak bisa dibuka sebelum dikonsumsi. Langkah-langkah sederhana tapi efektif ini menunjukkan bahwa pencegahan jauh lebih rasional daripada pembubaran program.

Romadhon juga menilai, sebagian anggota DPR RI dan masyarakat yang menginginkan MBG diganti harus diberi pemahaman komprehensif tentang bagaimana rantai logistik MBG bekerja. “Kita harus melihat fakta di lapangan. Kalau 3.000 porsi dimasak, tapi hanya 30 siswa keracunan, berarti sumbernya bukan dari dapur. Itu logika sederhana tapi penting agar publik tidak mudah terprovokasi isu yang menyesatkan,” jelasnya.

Ia menambahkan, keberhasilan MBG sangat bergantung pada dukungan sosial dan politik yang sehat. Bukan kritik destruktif, tapi kontrol yang mendorong perbaikan. “Presiden Prabowo sudah menegaskan bahwa program ini adalah amanat moral negara kepada anak-anak. Mari kita jaga dengan tanggung jawab dan akal sehat,” kata Romadhon.

Baca Juga :  Telkom, Kedaulatan Digital, dan Logika Bangsa Merdeka

Pada akhirnya, MBG bukan hanya tentang memberi makan, tetapi tentang membangun ekosistem pangan yang bersih, adil, dan berkelanjutan. Daripada mencari kambing hitam, lebih bijak jika seluruh pihak bersinergi memperkuat sistemnya. Karena dari satu piring bergizi, bangsa ini sedang belajar memberi masa depan yang lebih sehat bagi generasi penerusnya.

CATATAN REDAKSI

Apabila ada pihak yang merasa dirugikan dan/atau
keberatan dengan penayangan artikel dan/atau berita tersebut di atas, anda dapat mengirimkan artikel dan/atau berita berisi sanggahan dan/atau koreksi kepada Redaksi kami, sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (11) dan (12) Undang-Undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers.
Artikel/berita dimaksud dapat dikirimkan melalui email:
detikdjakartaofficial@gmail.com.
_______________________

Iklan 300250
Example 120x600

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!