Jaringan Aktivis Nusantara (JAN) menyampaikan keprihatinan terhadap kasus yang sedang ramai dibicarakan publik, yaitu keterlibatan influencer, termasuk dr. Richard Lee, dalam polemik produk kosmetik yang diduga melanggar aturan. Isu ini kembali mencuat setelah Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) memanggil sejumlah figur publik untuk dimintai klarifikasi. Menurut JAN, kasus ini menunjukkan adanya celah dalam pengawasan produk kosmetik di Indonesia, yang mengakibatkan masyarakat menjadi korban produk-produk tidak sesuai standar.
Dalam pernyataannya, JAN menekankan bahwa keberadaan influencer sebagai promotor produk seharusnya tidak mengaburkan tanggung jawab pengawasan dari BPOM. “Dokter maupun influencer yang memberikan rekomendasi kepada masyarakat memiliki pengaruh besar, sehingga harus lebih berhati-hati. Namun, akar masalahnya tetap pada lemahnya pengawasan BPOM yang seharusnya lebih proaktif,” ujar Romadhon Jasn, Ketua Jaringan Aktivis Nusantara, Selasa (26/11/2024)
JAN menyoroti bahwa BPOM cenderung bertindak setelah kasus menjadi viral dan memicu polemik luas di masyarakat. Padahal, sebagai lembaga pengawas, BPOM seharusnya memiliki mekanisme deteksi dini untuk mencegah produk-produk berbahaya beredar di pasar. “Keberadaan laporan dari masyarakat seharusnya menjadi pemicu BPOM untuk segera bertindak, bukan menunggu sampai isu tersebut memanas,” tegas Romadhon.
Ia juga mengkritisi dugaan adanya oknum di dalam BPOM yang mungkin terlibat dalam praktik ilegal. “Indikasi adanya permainan oknum dalam proses perizinan harus diusut tuntas. Jika kepala BPOM tidak mampu memastikan lembaganya bersih, maka harus ada langkah tegas untuk reformasi total,” tambahnya.
JAN meminta pemerintah untuk memastikan bahwa semua pelanggaran terkait produk kosmetik yang tidak sesuai aturan harus ditindak tegas. Produk yang terbukti melanggar aturan harus dicabut izinnya, dan perusahaan yang terlibat wajib dilaporkan ke pihak berwajib. “Langkah ini tidak hanya melindungi masyarakat, tetapi juga memberikan pesan kuat kepada pelaku industri untuk patuh pada aturan,” ujar Romadhon.
Namun, JAN juga mengingatkan pentingnya kehati-hatian dalam menangani kasus ini agar tidak ada pihak yang dirugikan oleh tuduhan yang belum terbukti. Jika laporan mengenai pelanggaran terbukti tidak benar, pihak yang menyebarkan informasi palsu juga harus ditindak tegas untuk melindungi reputasi pihak yang tidak bersalah.
Sebagai solusi jangka panjang, JAN mendesak adanya reformasi di BPOM untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam pengawasan produk-produk di pasar. “Kepemimpinan BPOM harus menunjukkan komitmen nyata untuk membersihkan lembaga dari potensi penyimpangan. Ini adalah tanggung jawab Kepala BPOM, Taruna Ikrar, untuk memastikan bahwa reformasi ini terjadi,” ujar Romadhon.
JAN juga mendorong keterlibatan masyarakat sebagai pengawas tambahan. “Laporan dari masyarakat sangat penting, tetapi harus ditindaklanjuti dengan respons cepat dan transparan dari BPOM. Dengan kerja sama semua pihak, kejadian seperti ini dapat dicegah di masa depan,” pungkasnya.