Jakarta,– Jaringan Aktivis Nusantara (JAN) mendesak Presiden Prabowo Subianto untuk menepati janjinya melakukan evaluasi menyeluruh terhadap menteri-menteri yang menuai kontroversi dalam 100 hari pertama kabinet. JAN menilai sejumlah menteri di kabinet Prabowo-Gibran melakukan blunder serius yang mencoreng citra pemerintahan dan berpotensi menggerus kepercayaan publik.
Sorotan tajam tertuju pada beberapa menteri yang dinilai melakukan kesalahan besar dalam tugas mereka. Mulai dari pernyataan yang tidak sejalan dengan arahan presiden hingga penyalahgunaan fasilitas negara, langkah-langkah ini dianggap merugikan kredibilitas pemerintahan yang mengusung janji tegas, bersih, dan berpihak kepada rakyat.
Janji Reformasi yang Belum Terwujud
Romadhon menyoroti bahwa reshuffle kabinet bukan hanya soal perombakan, tetapi menjadi tolok ukur keberanian Presiden Prabowo dalam menegakkan janji reformasi. Dalam berbagai kampanye, Prabowo kerap menekankan pentingnya pemerintahan yang profesional dan berorientasi pada kepentingan rakyat. Namun, beberapa menteri justru bertindak sebaliknya, menimbulkan polemik dan mengalihkan fokus publik dari program-program positif pemerintahan.
“Kami mendukung langkah presiden dalam kebijakan populis yang langsung dirasakan masyarakat. Namun, jika pembantunya terus menuai kontroversi, dampak positif kebijakan ini akan tertutupi. Reshuffle adalah langkah yang harus dilakukan jika Presiden ingin menjaga kepercayaan publik,” ujar Romadhon Jasn, Ketua JAN, Senin (20/1/2024)
Daftar Menteri yang Disorot
Romadhon mengidentifikasi beberapa menteri yang telah menimbulkan kontroversi besar dalam 100 hari pertama pemerintahan Prabowo-Gibran:
1. Menteri Hak Asasi Manusia (HAM): Natalius Pigai
Natalius Pigai menuai polemik setelah menyebut anggaran Kementerian HAM terlalu kecil, hanya Rp 64 miliar, dan meminta tambahan hingga Rp 20 triliun.
Kritik: Permintaan ini dianggap tidak realistis dan menunjukkan kurangnya koordinasi internal, terutama ketika presiden menekankan efisiensi anggaran.
2. Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal (Mendes PDT): Yandri Susanto
Yandri menggunakan kop surat kementerian untuk undangan haul dan syukuran keluarga pribadi. Meski mengaku bersalah, tindakan ini dianggap sebagai penyalahgunaan fasilitas negara yang melanggar etika publik.
3. Menteri ESDM: Bahlil Lahadalia
Pernyataan Bahlil tentang “tukar guling” kursi menteri dalam pidatonya di HUT Golkar ke-60 menuai kritik. Komentarnya dianggap mencerminkan praktik politik transaksional yang bertentangan dengan transparansi yang dijanjikan Presiden.
4. Menteri Komunikasi dan Digital (Komdigi): Meutya Hafidz
Penunjukan seorang buzzer kontroversial sebagai staf khusus mengundang kritik keras dari publik. Sosok yang diketahui pernah menyerang Prabowo dan keluarganya sebelum pilpres ini dianggap tidak pantas berada di lingkaran pemerintah.
5. Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP): Sakti Wahyu Trenggono
Sakti Wahyu Trenggono dikritik karena lambannya penanganan kasus pagar laut misterius di Tangerang, meskipun laporan sudah diterima sejak lama. Ketidakselarasannya dengan arahan Presiden Prabowo untuk membongkar pagar laut semakin memperburuk citra kementerian.
6. Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Mendiktisaintek), Satryo Soemantri Brodjonegoro.:
Mendiktisaintek ini dinilai tidak memiliki program yang jelas, serta menjadi sorotan karena laporan pemukulan dan pemecatan terhadap karyawan. Sikap otoriter ini dianggap berbahaya bagi kementerian yang seharusnya memimpin inovasi nasional.
7. Mobil Dinas RI 36 Milik Staf Presiden:
Polemik penggunaan mobil dinas oleh selebritas Raffi Ahmad mencoreng citra staf kepresidenan. Insiden ini menunjukkan lemahnya pengawasan terhadap fasilitas negara.
Evaluasi dalam 100 Hari: Jangan Berhenti pada Janji
Romadhon meminta Presiden Prabowo Subianto untuk memanfaatkan momentum 100 hari kerja sebagai waktu untuk evaluasi serius terhadap menteri-menteri yang bermasalah. Jika reshuffle tidak dilakukan, Romadhon mengingatkan bahwa kepercayaan publik terhadap pemerintahan Prabowo-Gibran bisa tergerus.
“Reshuffle bukan sekadar mengganti menteri, tetapi menunjukkan bahwa presiden serius menjaga integritas kabinet. Rakyat ingin melihat tindakan nyata, bukan sekadar janji kampanye,” tegas Romadhon.
Romadhon juga menilai reshuffle adalah langkah penting untuk menjaga kesinambungan program-program yang sudah berjalan baik. Menteri yang tidak sejalan dengan visi besar presiden harus diganti dengan figur yang lebih kompeten dan visioner.
Tegas atau Kehilangan Momentum
Dalam 100 hari pertama pemerintahan Prabowo-Gibran, kebijakan populis seperti bantuan sosial dan program makan bergizi gratis mendapat apresiasi luas. Namun, kontroversi yang ditimbulkan oleh sejumlah menteri dapat mengurangi momentum positif ini jika tidak segera diatasi.
“Jika Presiden Prabowo tidak mengambil tindakan tegas, rakyat akan mempertanyakan komitmennya untuk menjalankan pemerintahan yang bersih, tegas, dan profesional,” tutup JAN.
Dengan reshuffle yang tepat, JAN yakin Presiden Prabowo dapat memperkuat kabinetnya dan memastikan pemerintahan tetap berjalan sesuai dengan harapan rakyat.