JAKARTA – Kehadiran Hoegeng Corner yang diinisiasi Polri menuai apresiasi luas dari masyarakat. Program ini dianggap bukan sekadar ruang literasi, melainkan simbol keteladanan integritas yang sangat dibutuhkan kepolisian di tengah sorotan publik. Dengan mengangkat figur Jenderal Hoegeng, sosok Kapolri legendaris yang dikenal jujur dan sederhana, Polri berupaya meneguhkan kembali nilai moral yang menjadi fondasi kepercayaan masyarakat.
Langkah ini dipandang strategis karena Polri tengah menghadapi tuntutan besar akan profesionalisme, transparansi, serta kedekatan dengan warga. Di era digital yang penuh dinamika, simbol moral seperti Hoegeng Corner dapat menjadi pengingat bahwa reformasi institusi bukan pilihan, melainkan keniscayaan. Kehadiran ruang publik ini diharapkan mampu menjembatani komunikasi antara kepolisian dengan masyarakat yang selama ini kerap renggang.
Selain menjadi ikon moral, Hoegeng Corner juga diproyeksikan sebagai sarana edukasi publik. Di sini, masyarakat bisa memahami perjalanan Polri, tantangan yang dihadapi, serta peluang membangun sinergi dengan warga dalam suasana yang lebih terbuka. Ruang ini bukan hanya tentang mengenang sosok Hoegeng, tetapi juga menghadirkan dialog kritis mengenai arah reformasi Polri di masa depan.
“Keterbukaan melalui ruang literasi seperti Hoegeng Corner penting untuk memperkuat komunikasi publik, sehingga sekat antara Polri dan masyarakat dapat semakin terkikis,” ujar Romadhon Jasn, Ketua Jaringan Aktivis Nusantara kepada awak media, Jumat (12/9/2025) di Jakarta.
Namun, publik menuntut agar Hoegeng Corner tidak berhenti pada seremoni belaka. Nilai yang diusung Hoegeng perlu diinternalisasi dalam sistem rekrutmen, promosi jabatan, hingga mekanisme pengawasan internal. Akademisi, mahasiswa, hingga kelompok sipil bisa memanfaatkan ruang ini sebagai forum diskusi tentang integritas, inovasi pelayanan, dan transparansi hukum. Dengan begitu, program ini memiliki dampak nyata terhadap peningkatan kualitas institusi.
“Hoegeng Corner harus menjadi ruang regenerasi nilai bagi taruna dan bintara muda agar integritas ditanamkan sejak awal karier kepolisian,” tegas Romadhon Jasn.
Inisiatif ini juga relevan di tengah meningkatnya kritik publik terkait insiden keamanan dan demonstrasi yang berujung ricuh. Sejarah Hoegeng membuktikan bahwa kejujuran dan keberanian adalah modal utama menjaga martabat Polri sebagai institusi penegak hukum. Jika nilai-nilai itu diteladani, Polri akan lebih siap menghadapi tantangan kontemporer, mulai dari ancaman digital hingga kompleksitas kejahatan transnasional.
“Polri perlu menjadikan teladan Hoegeng sebagai kompas moral dalam menghadapi tantangan baru sekaligus menjawab keraguan masyarakat terhadap integritas aparat,” ujar ketua JAN.
Dengan konsistensi, Hoegeng Corner berpotensi berkembang menjadi tonggak reformasi Polri. JAN menilai langkah ini adalah kesempatan emas membangun kembali kepercayaan publik lewat keteladanan, komunikasi terbuka, serta penguatan nilai integritas. Ruang ini harus dijaga sebagai simbol moral sekaligus jembatan dialog antara kepolisian dan rakyat.
“Jika dijalankan sungguh-sungguh, Hoegeng Corner akan menjadi warisan moral yang memperkokoh hubungan Polri dengan rakyat,” pungkas Romadhon Jasn.


















