Jakarta, detikj – Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia telah menegaskan bahwa hidrogen berpotensi menjadi solusi untuk mengurangi ketergantungan Indonesia pada impor bahan bakar minyak (BBM), yang kini mencapai 1 juta barel per hari. Dalam pandangan Direktur Gagas Nusantara, Romadhon Jasn, pernyataan ini bukan sekadar wacana, melainkan panggilan untuk merancang kedaulatan energi nasional dengan langkah yang terukur dan rasional.
Romadhon menyoroti bahwa Indonesia memiliki keunggulan strategis untuk mengembangkan hidrogen. Bahan baku seperti batu bara, gas, dan air tersedia melimpah, menjadikan hidrogen sebagai pilihan logis dalam mendukung program hilirisasi energi pemerintah. “Ini bukan soal mengejar tren global, tetapi tentang memanfaatkan apa yang kita miliki untuk kepentingan bangsa,” ujarnya, Rabu di Jakarta (16/4/2025)
Langkah PT PLN (Persero) dalam memproduksi 200 ton hidrogen, dengan 128 ton di antaranya siap digunakan sebagai bahan bakar, menjadi bukti nyata bahwa Indonesia tidak hanya berbicara. Romadhon memuji inisiatif PLN, yang juga mengklaim bahwa hidrogen lebih hemat biaya dibandingkan BBM dalam operasional tertentu. “PLN telah menunjukkan bahwa visi energi bersih bisa berpijak pada realitas teknis, bukan sekadar impian,” katanya.
Namun, Romadhon mengingatkan bahwa keberhasilan hidrogen tidak hanya bergantung pada produksi. Tantangan seperti biaya produksi yang masih tinggi dan keterbatasan infrastruktur, seperti stasiun pengisian hidrogen, harus segera diatasi. Ia menilai bahwa regulasi yang jelas dan segera terbit, sebagaimana dijanjikan Bahlil, akan menjadi kunci untuk menarik investasi dan mempercepat pengembangan ekosistem hidrogen.
Gagas Nusantara, mendorong PLN untuk memperluas riset guna menekan biaya produksi hidrogen, terutama hidrogen hijau yang ramah lingkungan. Kolaborasi dengan akademisi dan sektor swasta, menurutnya, dapat menghasilkan inovasi yang membuat hidrogen lebih kompetitif. “Kita perlu teknologi yang tidak hanya canggih, tetapi juga terjangkau bagi masyarakat,” tegasnya.
Selain aspek teknis, Romadhon menekankan pentingnya keterlibatan publik dalam transisi energi. Ia mengusulkan kampanye edukasi untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang manfaat hidrogen, baik dari sisi efisiensi biaya maupun dampak lingkungan. “Tanpa dukungan publik, ide sebesar ini bisa tersandung skeptisisme yang tidak perlu,” ujarnya, mengacu pada perlunya dialog terbuka.
Peran pemuda dan mahasiswa juga menjadi perhatian Romadhon. Ia mengajak generasi muda untuk tidak hanya menjadi penonton, tetapi juga pengkritik sekaligus penyokong dalam diskusi energi. “Mahasiswa harus terlibat, mengkaji dampak sosial dan ekonomi hidrogen, agar kebijakan ini benar-benar berpihak pada rakyat,” katanya, mencerminkan pengalamannya sebagai aktivis.
Romadhon menegaskan bahwa hidrogen bukan solusi instan, tetapi langkah menuju kemandirian energi yang lebih kokoh. Ia mendukung komitmen pemerintah dan PLN untuk mencapai Net Zero Emission 2060, dengan catatan bahwa transparansi dan akuntabilitas harus dijaga. “Ini soal konsistensi, bukan siapa yang paling lantang bersuara,” tuturnya.
Romadhon mengajak seluruh elemen bangsa untuk mendukung inisiatif hidrogen dengan nalar dan tanggung jawab bersama. “Kedaulatan energi bukan mimpi, tetapi tujuan yang bisa kita capai jika kita bekerja dengan logika dan komitmen. Mari mulai dari sini, kita saling dukung langkah kolektif menuju masa depan energi Indonesia yang lebih mandiri,” pungkasnya.