Jakarta, detikj– Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan (Imipas) di bawah Menteri Agus Andrianto membuka wacana pemindahan narapidana khusus kasus narkoba ke Pulau Nusakambangan. Langkah ini muncul menyusul data terbaru yang menunjukkan tingkat hunian lembaga pemasyarakatan (lapas) nasional telah mencapai 98 persen atau 120.500 penghuni dari kapasitas 123.000 tempat tidur.
Tumpukan napi narkoba, yang kini mencapai 40 persen atau lebih dari 48.000 orang dari total populasi binaan, dianggap sebagai penyebab utama overkapasitas. Beberapa lapas mengalami hunian hingga 175 persen, menimbulkan risiko gangguan layanan kesehatan dan program pembinaan yang idealnya memerlukan rasio penghuni ≤ 90 persen.
Pemindahan ke Nusakambangan—yang selama ini ditempati napi berisiko tinggi—diusulkan sebagai upaya menata ulang beban hunian. Pulau ini menawarkan fasilitas sel berkeamanan maksimum, klinik kesehatan terpadu, dan area terbuka untuk rehabilitasi. Kebijakan ini juga sekaligus mengantisipasi risiko konflik antarpenghuni di lapas kota.
Direktur Gagas Nusantara, Romadhon Jasn, mengapresiasi inisiatif Menteri Agus Andrianto. “Keputusan membuka wacana pemindahan menandai leadership yang proaktif,” katanya ke awak media di Jakarta, Rabu (25/6/2025)
Namun, pemindahan massal narapidana narkoba memerlukan studi kelayakan dan mitigasi dampak logistik: biaya transportasi, proses administrasi lintas daerah, dan pemeliharaan fasilitas kesehatan di Nusakambangan. Tanpa persiapan matang, risiko gangguan sosial dan beban anggaran justru bisa membengkak.
Romadhon Jasn menekankan perlunya due diligence dan perencanaan logistik terukur. “Setiap langkah pemindahan harus didukung data analisis biaya-manfaat,” ujarnya.
Selain itu, overkapasitas bisa diredam melalui reformasi alternatif pemidanaan. Program electronic monitoring dan residivus berkeadilan untuk pelaku ringan berpotensi mengalihkan hingga 30.000 kasus dari lapas, sekaligus fokus memaksimalkan rehabilitasi di komunitas.
“Pentingnya solusi alternatif dengan mengoptimalkan electronic monitoring akan meringankan beban lapas, sehingga Nusakambangan dapat difokuskan untuk napi risiko tinggi,” tuturnya.
Kebijakan pemindahan juga memerlukan peningkatan kapasitas program rehabilitasi: konseling medis, pelatihan vokasi, dan terapi ketergantungan obat secara intensif. Nusakambangan harus disiapkan sebagai pusat rehabilitasi terpadu, bukan sekadar penjara terpencil.
Romadhon menegaskan, “Rehabilitasi harus jadi inti, bukan sekadar relokasi. Nusakambangan wajib dilengkapi fasilitas medis dan pelatihan agar reintegrasi warga binaan berjalan sukses,” pungkasnya.
Dengan memadukan inisiatif pemindahan, program alternatif pemidanaan, dan penguatan rehabilitasi, pemerintah berpeluang mengatasi overkapasitas lapas dengan efektif serta meningkatkan kualitas pembinaan narapidana narkoba—mendorong kembalinya mereka ke masyarakat sebagai warga yang produktif.