Jakarta || Gelombang kritik terhadap PT. Tiran Mineral kembali bergulir. Kali ini, mahasiswa dan pemuda asal Sulawesi Tenggara yang tergabung dalam Korps Mahasiswa Nusantara (KOMANDAN) menyerukan desakan terbuka kepada Menteri Pertanian RI, Andi Amran Sulaiman, untuk bertanggung jawab atas dugaan pelanggaran lingkungan dan penyesatan publik yang dilakukan oleh perusahaan miliknya di Konawe Utara, Sulawesi Tenggara.
Menurut juru bicara KOMANDAN, Akbar Rasyid, PT. Tiran Mineral diduga kuat membangun narasi palsu soal proyek pembangunan smelter di Kecamatan Lasolo Kepulauan, khususnya Desa Waturambaha.
Proyek yang disebut-sebut sebagai bagian dari Proyek Strategis Nasional (PSN) itu, menurut KOMANDAN, hanyalah tameng legal guna memuluskan aktivitas eksploitasi nikel dan penjualan ore tanpa realisasi pembangunan fasilitas pemurnian (smelter).
“Smelter itu fiktif, hanya akal-akalan,” tegas Akbar saat dihubungi di Jakarta, Jumat (11/7).
Akbar menyebut, aktivitas tambang yang dilakukan PT. Tiran Mineral telah merusak lingkungan dan mencederai prinsip tata kelola pertambangan yang sehat. Yang lebih disayangkan, menurutnya, Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman yang disebut-sebut sebagai pemilik PT. Tiran Grup justru memilih bungkam dan seolah menutup mata atas isu tersebut.
Dalam investigasi lapangan yang dilakukan KOMANDAN, ditemukan indikasi bahwa status PSN hanya digunakan sebagai dalih untuk mempercepat proses perizinan. Namun, tidak ada bukti konkret mengenai progres pembangunan smelter.
“Yang mereka lakukan hanyalah mengeruk dan menjual ore nikel. Ini sudah jelas penyesatan publik,” ujar Akbar.
KOMANDAN juga menyinggung rekam jejak Mentan Andi Amran Sulaiman yang sebelumnya pernah disebut dalam pusaran kasus dugaan korupsi perizinan tambang yang menjerat Aswad Sulaiman mantan Bupati Konawe Utara sekaligus kerabatnya.
Aswad telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kasus gratifikasi dan suap yang ditaksir merugikan negara hingga Rp2,7 triliun, namun belum juga ditahan.
“Amran hanya dimintai keterangan sebagai saksi oleh KPK, padahal posisinya pada periode 2007–2009 dan 2011–2016 sangat strategis,” tambah Akbar.
Diamnya Mentan dalam isu ini menimbulkan pertanyaan besar soal integritas dan komitmennya terhadap kepentingan publik. KOMANDAN menilai, jika Andi Amran memang tidak terlibat, maka seharusnya ia berani menjelaskan secara terbuka ke publik.
Sorotan juga mengarah kepada pernyataan Humas PT. Tiran Mineral, La Pili, yang dalam beberapa media menyebut bahwa pembangunan smelter menggunakan dana pribadi Andi Amran Sulaiman sebesar Rp4,9 triliun.
“Bagaimana mungkin proyek strategis nasional dibiayai dari kantong pribadi seorang menteri? Darimana asal dana sebesar itu? KPK RI harus segera mengaudit seluruh kejanggalan ini,” tegas Akbar.
KOMANDAN juga mengaku sempat beberapa kali didatangi utusan dari PT. Tiran yang ingin mencari solusi damai. Namun, menurut mereka, pertemuan itu justru dinilai sebagai upaya pembungkaman dan memperlambat gerakan mahasiswa.
“Sangat disayangkan, pertemuan-pertemuan itu kami nilai hanya akal-akalan. Bukan untuk menyelesaikan masalah, tapi malah membuat gerakan kami stagnan,” katanya.
Atas dasar itu, KOMANDAN mendesak aparat penegak hukum, termasuk KPK dan Kejaksaan Agung, untuk segera membuka dan mengusut tuntas dugaan penyelewengan dana proyek fiktif tersebut yang berpotensi merugikan negara hingga Rp4,9 triliun.
“Jika ini dibiarkan, negara dirugikan dua kali: pertama karena izin dikeluarkan dengan dasar palsu, dan kedua karena sumber daya alam kita dikuras tanpa nilai tambah,” tutup Akbar.
Sebagai lanjutan dari aksi mereka, KOMANDAN berencana menggelar demonstrasi lanjutan pada Jumat pekan depan, kali ini dengan lokasi yang berbeda yakni langsung di depan Istana Negara.
Tuntutan mereka jelas pencopotan Menteri Pertanian RI, Andi Amran Sulaiman, dan pengusutan menyeluruh terhadap skandal smelter fiktif PT. Tiran Mineral.