Jakarta – Pelantikan Kepala Badan Pengelola Migas Aceh (BPMA) yang telah berlangsung pada Kamis (16/1/2025) menuai respons keras dari masyarakat Aceh. Aliansi Penyelamat Aceh, yang sebelumnya menggelar aksi di depan DPR RI dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), kembali menyuarakan tuntutan mereka agar DPR segera memanggil Menteri ESDM, Bahlil Lahadalia, untuk mengevaluasi pelantikan tersebut.
Koordinator Aliansi Penyelamat Aceh, Muhaimin, menyatakan bahwa pelantikan ini dilakukan dengan mengabaikan prinsip transparansi dan akuntabilitas. Ia menyoroti proses seleksi yang berlangsung tergesa-gesa dan tidak memenuhi standar yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2015.
“Pelantikan sudah dilakukan, tapi bukan berarti ini tidak bisa dievaluasi. DPR harus bertindak untuk memastikan keputusan ini tidak menimbulkan kerugian bagi masyarakat Aceh. Menteri ESDM harus menjelaskan dasar kebijakan ini dan memastikan bahwa pelantikan tersebut sesuai dengan aturan,” ujar Muhaimin dalam pernyataan sikapnya.
Desakan Evaluasi DPR RI
Aliansi Penyelamat Aceh meminta DPR RI, khususnya Komisi XII yang membidangi sektor energi, untuk menjalankan fungsi pengawasan terhadap kebijakan pelantikan Kepala BPMA. Menurut Muhaimin, pelantikan yang dilakukan di tengah masa transisi pemerintahan Aceh menjadi bukti bahwa ada potensi intervensi politik dalam pengelolaan migas Aceh.
“Kami menuntut DPR untuk memanggil Menteri ESDM dan meminta klarifikasi. Evaluasi terhadap proses ini harus dilakukan agar ke depan tidak ada kebijakan yang merugikan masyarakat Aceh,” tegasnya.
Ia juga menambahkan bahwa langkah ini penting untuk menjaga kepercayaan publik terhadap pemerintah pusat, terutama dalam hal pengelolaan sumber daya alam di Aceh.
Pesan kepada Menteri ESDM
Selain mendesak DPR, Aliansi Penyelamat Aceh juga mengirimkan pesan tegas kepada Menteri ESDM untuk mempertimbangkan dampak kebijakan ini secara lebih bijak. Mereka menilai, jika pelantikan ini tidak dievaluasi, konflik dan ketegangan baru di Aceh dapat terjadi.
“Menteri Bahlil harus memahami sensitivitas isu ini. Migas Aceh adalah aset strategis yang tidak boleh dikelola dengan mengesampingkan prinsip profesionalisme dan keadilan. Kami meminta Menteri ESDM untuk berkomitmen mengevaluasi proses ini bersama DPR,” ujar Muhaimin.
Transparansi dalam Pengelolaan Migas Aceh
Aliansi juga menyoroti pentingnya transparansi dalam pengelolaan BPMA. Mereka menuntut agar setiap kebijakan terkait migas Aceh dilakukan dengan mempertimbangkan aspirasi rakyat Aceh dan melibatkan pemangku kepentingan yang kompeten.
“Pelantikan ini telah dilakukan, tapi ke depan kami meminta agar pemerintah lebih terbuka dan akuntabel. Migas Aceh adalah hak rakyat, bukan alat politik,” tegas Muhaimin.
Komitmen untuk Mengawal Isu
Aksi yang dilakukan Aliansi Penyelamat Aceh sebelumnya telah menarik perhatian publik. Mereka berkomitmen untuk terus mengawal isu ini hingga DPR dan Kementerian ESDM memberikan langkah konkret berupa evaluasi terhadap pelantikan Kepala BPMA.
“Kami akan terus memastikan suara rakyat Aceh didengar. Evaluasi ini bukan hanya soal posisi Kepala BPMA, tetapi tentang memastikan masa depan pengelolaan migas yang transparan dan profesional,” pungkas Muhaimin.
Pelantikan Kepala BPMA di tengah polemik ini semakin menguatkan desakan masyarakat Aceh agar pemerintah pusat menunjukkan komitmennya terhadap pengelolaan sumber daya alam yang adil dan berkelanjutan.