JAKARTA — Polemik mengenai status Bandara IMIP di Morowali kembali memanas setelah perbedaan pernyataan antara Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin dan Wakil Menteri Perhubungan Suntana memunculkan kesan ada perbedaan pandangan dalam kabinet. Publik melihat adanya dua narasi: ancaman kedaulatan yang disampaikan Kemhan dan kepatuhan regulasi yang ditegaskan Kemenhub. Namun, aktivis muda Aceh-Jakarta Wanda Assyura meminta agar perbedaan pendapat ini tidak dibaca sebagai kegaduhan, melainkan dijembatani secara elegan demi menjaga kepercayaan publik terhadap pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.
Polemik bermula ketika Sjafrie pada 20 November 2025, dalam Latihan Terintegrasi TNI, menyebut Bandara IMIP sebagai “anomali”, karena beroperasi tanpa perangkat negara seperti Bea Cukai dan Imigrasi. Ia menilai situasi itu rawan bagi kedaulatan ekonomi, terutama karena lokasi bandara berada di jalur kritis ALKI II dan III. Pernyataan ini menggugah perhatian publik, karena muncul di tengah meningkatnya aktivitas industri nikel di Morowali.
Enam hari kemudian, Wakil Menteri Perhubungan Suntana memberikan bantahan resmi. Ia menegaskan bahwa bandara tersebut telah terdaftar sejak 2019, memiliki fasilitas untuk 50 ribu penumpang per tahun, dan diawasi langsung oleh personel negara. Menurutnya, seluruh operasional bandara berada dalam koridor hukum sesuai UU Penerbangan. Dua pernyataan yang kontras ini menciptakan persepsi publik seolah-olah ada tarik-menarik antara pendekatan keamanan dan pendekatan ekonomi.
Melihat dinamika ini, Wanda Assyura meminta kabinet menurunkan tensi komunikasi. “Kontradiksi boleh, tapi efeknya kurang bagus karena bisa jadi gaduh. Kita harus hati-hati karena publik mudah menafsirkan ini sebagai disharmoni di kabinet,” ujarnya kepada awak media di Jakarta, Kamis (27/11/2025).
Menurut Wanda, isu kedaulatan tidak boleh diolah menjadi konflik internal kementerian. Justru diperlukan narasi tunggal agar kepercayaan publik terhadap Presiden Prabowo tetap terjaga.
Wanda menilai perbedaan ini muncul karena sudut pandang yang berbeda: Kemhan menekankan aspek keamanan nasional, sementara Kemenhub melihat dari sisi administrasi dan regulasi penerbangan. “Keduanya benar dalam domain masing-masing. Karena itu, harus ada jembatan koordinasi,” jelasnya. Ia percaya bahwa koordinasi yang kuat adalah kunci agar isu strategis seperti Morowali tidak menjadi alat spekulasi politik.
Untuk itu, Wanda meminta Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad turun sebagai jembatan politik antara kementerian-kementerian terkait. Dasco, yang selama ini dikenal sebagai figur penyejuk dalam berbagai isu hukum dan pemerintahan, dinilai mampu meredam kesalahpahaman dan memastikan bahwa publik tidak melihat perbedaan pendapat sebagai pertanda negatif mengenai stabilitas pemerintahan Prabowo. “Bang Dasco sosok yang tepat untuk memastikan isu ini kembali ke jalur koordinasi, bukan drama,” tegas Wanda.
Ia juga menilai bahwa langkah cepat TNI melalui Korpasgat, yang terjun mengamankan bandara dengan koordinasi antarinstansi, harus dibaca sebagai upaya konsolidasi, bukan pengambilalihan. “TNI hadir karena gap koordinasi harus ditutup. Ini langkah sementara yang perlu dipertegas lewat regulasi baru,” katanya. Wanda menolak anggapan bahwa kehadiran TNI adalah bentuk dominasi, melainkan bentuk penguatan sementara sambil menunggu sinkronisasi regulasi pusat.
Wanda juga mengingatkan bahwa isu Morowali sangat sensitif karena melibatkan raksasa industri nikel dan investasi asing dalam skala besar. Kesalahan komunikasi bisa berdampak pada pasar, hubungan bilateral, bahkan stabilitas tenaga kerja lokal. Karena itu, ia meminta semua pihak berhati-hati dalam mengeluarkan pernyataan publik. “Satu kalimat yang salah bisa jadi api. Maka narasi harus dijaga elegan, solid, dan terukur,” ujarnya.
Menurutnya, Presiden Prabowo tidak boleh diseret dalam turbulensi wacana ini. “Presiden harus tetap berdiri di atas semua kementerian, bukan terjebak dalam persepsi konflik internal. Kabinet harus jadi satu suara,” tegasnya.
Wanda percaya bahwa Prabowo mampu menanganinya dengan tegas dan arif, namun meminta menteri-menteri tidak menambah beban persepsi publik.
Sebagai penutup, Wanda menegaskan bahwa isu ini seharusnya menjadi momentum penyempurnaan regulasi. Justru ini kesempatan bagi Presiden Prabowo untuk memperkuat aturan bandara swasta, memperjelas batasan, dan memastikan semua aset udara Indonesia berada dalam kendali negara. Ia kembali meminta semua pihak menurunkan tensi dan meminimalkan drama. “Jangan biarkan kontradiksi kecil menjadi alarm negatif bagi publik. Kita semua punya tanggung jawab untuk menjaga stabilitas dan martabat negara,” pungkasnya.


















