Detik Djakarta.com, Jakarta – Evaluasi terhadap kebijakan Menteri Kesehatan saat ini mengungkapkan adanya potensi kerentanan dalam sistem ketahanan nasional bidang kesehatan di Indonesia. Transformasi kesehatan yang mencakup modernisasi, digitalisasi, dan restrukturisasi layanan, yang awalnya tampak positif, dalam praktiknya menimbulkan berbagai permasalahan dan ketegangan dengan para stakeholder kesehatan. Ketegangan ini dipicu oleh diskoneksi antara kebijakan Menkes.
Orasi Mayjen TNI (Pur ) dr. Budiman, SpBP-RE Mantan Kapuskes TNI Mantan Koordinator RS Darurat Covid-19, Wisma Atlit Kemayoran disampaikan pada acara Mimbar Bebas Salemba Bergerak Peringatan Hari Kebangkitan Nasional ke-117 di Aula IMERI FKUI Salemba,(20 Mei 2025). Dengan pelaku layanan kesehatan dan pendidikan kedokteran, serta gaya komunikasi yang monolog, kontroversial, dan kurang didukung data yang valid.
Kebijakan-kebijakan Menkes juga menunjukkan kecenderungan komersialisasi pendidikan kedokteran dan layanan kesehatan. Program pembukaan Fakultas Kedokteran baru tanpa perencanaan yang matang dan pelibatan stakeholder terkait dikhawatirkan akan menurunkan kualitas tenaga dokter Indonesia. Selain itu, program medical tourism dan kebijakan yang mendorong rumah sakit vertikal untuk meraup keuntungan besar dinilai mengesampingkan penghargaan profesional kedokteran dan kesehatan negeri sendiri serta kurang memberi perhatian kepada masyarakat di pelosok-pelosok terpencil.
Sehubungan dengan hal tersebut, lemahnya strategi pembangunan kapasitas kesehatan di daerah 3T juga layak untuk menjadi sorotan. Program pengadaan teknologi kesehatan tertentu tanpa disertai kesiapan SDM dan sarana prasarana yang memadai dikhawatirkan akan menurunkan kualitas pelayanan. Minimnya partisipasi stakeholder dalam perumusan kebijakan menjadi akar dari berbagai masalah yang muncul.
Untuk mengatasi permasalahan ini, beberapa rekomendasi kita diajukan, antara lain:
1. Membangun kembali dialog strategis dengan stakeholder,
2. Penguatan sistem keamanan dan kedaulatan data kesehatan,
3. Moratorium liberalisasi pendidikan kedokteran,
4. Penguatan layanan primer,
5. Regulasi penempatan dokter yang adil,
6. Evaluasi independen program-program transformasi bidang kesehatan,
7. Evaluasi program-program intervensif yang keluar batas dalam pendidikan kedokteran spesialis, dan
8. Memindahtugaskan Menkes ke ruang jabatan yang sesuai dengan keilmuannya.
Acara yang digelar oleh ILUNI FKUI dan BEM Senat Mahasiswa FKUI ini menjadi ruang terbuka bagi para akademisi, mahasiswa, dan praktisi kesehatan untuk menyuarakan kritik terhadap arah kebijakan kesehatan nasional. Orasi Budiman menjadi momen paling menggelegar, menunjukkan bahwa suara dari lapangan tidak bisa lagi diabaikan.