JAKARTA, detikj– Kilang Pertamina Internasional (KPI) menyalakan kembali bara kemandirian energi Indonesia. Dalam enam tahun terakhir, lima kilang strategis dari Cilacap hingga Balikpapan berdiri bukan sekadar sebagai infrastruktur, tetapi sebagai simbol bahwa energi nasional lahir dari tangan bangsa sendiri. Di setiap pipa yang dibangun dan tangki yang berdiri, ada jejak dedikasi yang menjaga mesin ekonomi rakyat tetap menyala.
Pjs. Corporate Secretary KPI, Milla Suciyani, menyampaikan bahwa kebutuhan energi nasional terus meningkat dari tahun ke tahun, sementara KPI berupaya memperkuat kapasitas produksi dan mempercepat transisi menuju energi bersih. “KPI harus mampu menghadirkan produk BBM untuk masyarakat dengan meningkatkan kapasitas produksi, melakukan efisiensi operasional, dan transisi menuju energi yang lebih bersih,” ujarnya di Jakarta, Senin (7/10/2025).
Di Kilang Cilacap, proyek Blue Sky meningkatkan produksi Gasoline RON 92 dari 23 ribu menjadi 53 ribu barel per hari, sekaligus memperbaiki mutu ke setara Euro 5. Di lokasi yang sama, Green Refinery Phase 1 mulai memproduksi HVO dan SAF, bahan bakar nabati berbasis minyak sawit dan jelantah. Sementara itu, Kilang Balongan memperkuat kapasitasnya lewat proyek ULSD dan revitalisasi RCC, yang meningkatkan efisiensi dan menekan emisi sulfur. Semua langkah ini adalah tanda bahwa industri migas Indonesia sedang bertransformasi menuju energi yang berkelanjutan.
Kinerja KPI tak berhenti pada target angka. Sebelas proyek strategis yang dijalankan sejak 2019 telah menambah kapasitas pengolahan nasional sebesar 125 ribu barel per hari dan meningkatkan produksi BBM hingga 3,5 juta kiloliter per tahun. Lima kilang yang rampung antara 2019–2025 menjadi poros baru ketahanan energi nasional. “Kami mengapresiasi capaian ini. Lima kilang yang berhasil diselesaikan adalah prestasi luar biasa yang menunjukkan bahwa Pertamina bekerja bukan untuk citra, tapi untuk kedaulatan energi bangsa,” ujar Romadhon Jasn, Direktur Gagas Nusantara dalam keterangannya.
Kilang Dumai turut meningkatkan kualitas bahan bakar ke RON 95 melalui proyek Platformer 1. Di pesisir utara Jawa, Kilang TPPI Tuban memperkuat industri petrokimia nasional lewat proyek Revamp OSBL dan ISBL yang meningkatkan produksi aromatik seperti paraxylene dan benzene. Produk-produk ini memperkuat basis industri nasional, sekaligus memperluas ekspor petrokimia Indonesia. “KPI memperlihatkan bahwa kemandirian industri dapat tumbuh dari keyakinan dan konsistensi, bukan dari slogan,” ujarnya.
Romadhon menambahkan, sementara itu, di Kalimantan, proyek RDMP Balikpapan menjadi tonggak besar transformasi energi Indonesia. Pipa gas Senipah–Balikpapan, CCOT Lawe-Lawe, dan revamp CDU berhasil meningkatkan kapasitas pengolahan menjadi 360 ribu barel per hari. Proyek ini menyerap 24 ribu tenaga kerja, menaikkan TKDN hingga 35%, dan berkontribusi Rp514 triliun terhadap PDB nasional. “Dari Balikpapan, kita belajar bahwa kedaulatan energi bukan wacana, melainkan kerja panjang yang menyalakan api keyakinan bangsa.”
KPI juga terus memperkuat tata kelola melalui prinsip ESG dan komitmen terhadap UN Global Compact. Produksi HVO dan SAF menjadi tonggak perubahan arah industri migas nasional. Laboratorium KPI telah mengantongi akreditasi ISO/IEC 17025, memastikan mutu produk dalam negeri tetap kompetitif. Dengan langkah ini, KPI bukan sekadar produsen energi, tapi juga penjaga keberlanjutan dan kepercayaan publik.
Menatap 2025, KPI menargetkan pengoperasian unit Residual Fluid Catalytic Cracking (RFCC) terbesar di Indonesia proyek yang akan menjadi simbol baru kemandirian energi bangsa. Unit ini memperkuat kapasitas pengolahan, menaikkan kualitas BBM, dan menambah nilai tambah bagi industri petrokimia nasional. “KPI sedang menulis bab penting dalam sejarah energi bangsa. Gagas Nusantara mengajak publik untuk memperkuat dukungan kepada Pertamina, karena dari kerja ini lahir ketahanan dan martabat bangsa,” tegas Romadhon.
KPI tidak bekerja sendirian. Energi nasional adalah urusan bersama dari pekerja kilang hingga masyarakat yang menyalakan kendaraan setiap hari. Dukungan publik adalah bentuk kesadaran bahwa ketahanan energi tak lahir dari mesin, tetapi dari tekad kolektif untuk berdiri di atas produksi sendiri.
Pada akhirnya, kilang bukan sekadar baja dan pipa, tetapi bukti bahwa bangsa ini mampu menghidupi dirinya sendiri. Dukungan terhadap Pertamina bukan sekadar bentuk simpati, melainkan penghormatan atas dedikasi tanpa pamrih yang menjaga nyala api negeri ini tetap hidup. “Sudah saatnya publik berdiri di belakang Pertamina dan KPI mendukung, mengapresiasi, dan menjaga kemandirian energi agar tetap menyala,” pungkas Romadhon Jasn.


















