Sultra – Satgas Penertiban Kawasan Hutan (PKH) bentukan Presiden RI, Prabowo Subianto, resmi menyegel lahan tambang nikel PT Tonia Mitra Sejahtera (TMS) yang berada di Pulau Kabaena, Kabupaten Bombana, Sulawesi Tenggara.
Penyegelan dilakukan pada Kamis (11/9/2025) dengan pemasangan plang larangan di atas lahan seluas 172,82 hektare yang diketahui terafiliasi dengan Gubernur Sulawesi Tenggara.
Sebelum menuju ke lokasi tambang, Satgas Halilintar lebih dulu menyambangi kantor perusahaan yang disebut milik istri Gubernur Sultra di Kendari. Setelah itu, tim bergerak ke site PT TMS di Pulau Kabaena dan memasang tanda penyegelan di sejumlah titik areal operasi tambang.
Ketua Himpunan Pemuda 21 Nusantara (Hp21N), Arnol Ibnu Rasyid, turut menanggapi langkah tegas pemerintah ini. Ia mengapresiasi tindakan Satgas PKH yang berani turun langsung menyegel kawasan tambang bermasalah tersebut. Namun, menurut Arnol, penyegelan lahan tidak boleh berhenti di situ saja.
“Kami mengapresiasi langkah Satgas PKH yang sudah bergerak. Tapi jangan hanya segel arealnya, aktor utama di balik praktik tambang ilegal ini juga harus diproses hukum. Kalau tidak, penegakan hukum jadi setengah hati,” tegas Arnol dalam keterangannya, Kamis (11/9/2025).
Arnol menilai praktik pertambangan yang menyerobot kawasan hutan tanpa izin sah merupakan pelanggaran serius yang merugikan negara dan masyarakat. Ia mendesak aparat penegak hukum, mulai dari Kejaksaan Agung hingga Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), untuk tidak ragu mengusut tuntas keterlibatan pemilik maupun pihak yang memfasilitasi izin-izin bermasalah.
“Satgas PKH sudah membuka pintu, selanjutnya bola ada di tangan aparat penegak hukum. Jangan sampai publik menilai ada tebang pilih. Jika benar lahan itu terkait dengan pejabat tinggi daerah, maka penindakan harus dilakukan secara transparan dan tidak pandang bulu,” tambah Arnol.
Hp21Nusantara sebelumnya memang gencar melaporkan dugaan praktik tambang ilegal PT TMS ke sejumlah lembaga pusat, termasuk Kejagung dan KPK.
Organisasi ini menilai keberadaan perusahaan tersebut telah lama menuai polemik karena diduga beroperasi di kawasan hutan tanpa legalitas yang jelas.
Dengan adanya penyegelan ini, publik menunggu langkah lanjutan pemerintah untuk memastikan penegakan hukum tidak berhenti pada simbolisasi semata, melainkan benar-benar menyentuh aktor intelektual di balik praktik tambang ilegal yang merusak lingkungan dan merugikan negara.



							














