Jakarta, detikj – “Alutsista bukan untuk perang, tapi jaminan kemerdekaan dan kesejahteraan,” tegas Presiden Prabowo Subianto saat membuka Indo Defence 2025 Expo & Forum di JIExpo Kemayoran, Jakarta, Rabu (11/6). Ia menekankan bahwa penguatan industri pertahanan nasional adalah fondasi kedaulatan sekaligus pendorong pertumbuhan ekonomi dan perlindungan sosial.
Presiden menegaskan investasi alutsista seyogianya dipandang sebagai kontribusi terhadap stabilitas bangsa, bukan provokasi militer. Ia menyinggung pengalaman penjajahan Belanda yang menjarah kekayaan sumber daya alam senilai puluhan triliun dolar, sebagai alasan mengapa Indonesia tidak boleh bergantung pada impor senjata tanpa mengembangkan kemampuan dalam negeri.
Romadhon Jasn, Direktur Gagas Nusantara, memberi apresiasi pada keseimbangan visi itu. “Pidato Presiden mempertegas anggaran pertahanan harus selaras dengan subsidi pangan, pendidikan gratis, dan program kesejahteraan lain. Ini model pemerintahan inklusif yang memprioritaskan keamanan dan kesejahteraan rakyat,” katanya, di Jakarta, Kamis (12/6).
Saat Prabowo meninjau paviliun, ribuan pengunjung dan delegasi menyambut hangat, memberi tepuk tangan meriah—menandakan antusiasme publik terhadap sinergi pertahanan dan kesejahteraan. Pada pameran yang dihadiri lebih dari seribu peserta dari 42 negara, ia menyoroti kendaraan listrik taktis MV3‑EV “PANDU” buatan PT Pindad sebagai contoh alutsista ramah lingkungan.
“Penggunaan MV3‑EV di kancah internasional memperkuat posisi industri pertahanan lokal. Pemerintah harus mengawal transfer teknologi dan peningkatan konten lokal agar manfaat ekonomi langsung dirasakan masyarakat,” kata Romadhon. Ia juga menekankan pentingnya pelibatan perguruan tinggi teknik dalam riset dan pengembangan platform serupa.
Presiden menambahkan bahwa alutsista modern adalah instrumen diplomasi Indonesia. Dengan tema “Defence Partnerships for Global Peace and Stability”, ia mengundang negara sahabat bekerja sama dalam prototyping, joint production, dan pelatihan personel, seraya menegaskan kebijakan luar negeri Indonesia tetap netral dan berimbang.
Romadhon mendukung penuh gagasan kolaborasi global itu, namun mengingatkan perlunya roadmap penguatan UMKM dalam rantai pasok pertahanan. “UMKM harus diberi ruang sebagai subkontraktor, agar nilai tambah industri pertahanan menyentuh level grass‑roots—mempercepat pemerataan pembangunan,” ujarnya.
Prabowo kemudian memaparkan alokasi anggaran, menunjukkan kenaikan 15 persen untuk belanja pertahanan dibanding tahun lalu, bersamaan dengan peningkatan 10 persen untuk program sosial—termasuk healthcare mobile units dan bantuan tunai—dalam RAPBN 2026. Ia menyebut ini sebagai komitmen menjaga keseimbangan antara keamanan dan pembangunan manusia.
“Pendekatan ‘keamanan rakyat’ mengubah paradigma anggaran pertahanan. Alih‑alih hanya membeli senjata berat, kini fokus juga pada kesiapsiagaan bencana dan layanan publik strategis,” ungkap Romadhon, menilai model ini dapat menjadi acuan negara lain.
Menutup sambutan, Presiden menegaskan kembali bahwa pertahanan dan kesejahteraan rakyat harus berjalan beriringan. “Tanpa rakyat sejahtera, pertahanan jadi beban. Tanpa pertahanan kuat, kesejahteraan mudah runtuh. Kita bangun dua pilar ini simultan demi masa depan Indonesia yang kokoh dan berkelanjutan,” tutupnya.