Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
Example floating
Example floating
Iklan 728x250
EKONOMI

Polemik Etanol BBM: Antara Fakta Laboratorium dan Ego Korporasi?

28
×

Polemik Etanol BBM: Antara Fakta Laboratorium dan Ego Korporasi?

Sebarkan artikel ini

Energi

Iklan 468x60

JAKARTA, — Publik mulai cemas: antrean di sejumlah SPBU swasta makin panjang, sementara perdebatan soal kandungan etanol 3,5 persen dalam bahan bakar dasar (base fuel) Pertamina belum juga mereda. Isu yang bermula dari urusan teknis ini kini menjalar menjadi perdebatan publik — soal mutu, tanggung jawab, dan keberpihakan dalam menjaga kemandirian energi nasional.

Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Dirjen Migas) Kementerian ESDM, Laode Sulaeman, menegaskan bahwa pencampuran etanol adalah praktik lazim di industri energi global. “Di Amerika dan Brasil, Shell juga memakai etanol. Jadi ini bukan soal mutu, tapi soal komitmen menjaga pasokan,” ujarnya di Jakarta. Laode memperingatkan risiko serius jika operator SPBU swasta seperti Shell, BP-AKR, dan Vivo tetap menolak base fuel dari Pertamina: “Kalau tidak ada kesepakatan, mereka harus siap menghadapi kekosongan pasokan hingga 2026.”

Iklan 300x600

Pertamina Patra Niaga sebelumnya telah mengimpor sekitar 100 ribu barel base fuel sebagai bagian dari kebijakan pemerintah untuk menjaga ketersediaan BBM nasional. Namun, dua operator besar, BP-AKR dan Vivo, membatalkan pembelian setelah mendapati kadar etanol 3,5 persen. Padahal, sesuai regulasi, ambang batas maksimum yang diizinkan mencapai 20 persen. Vivo sempat meneken kontrak 40 ribu barel, tetapi menarik diri dengan alasan teknis. Publik pun bertanya-tanya: apakah ini soal kualitas bahan bakar atau soal kepentingan bisnis?

Baca Juga :  PT Perdana Gapura Prima Tbk Gelar RUPS dan Public Expose, Bahas Rencana Akuisisi dan Cetak Kinerja Positif

Menurut Direktur Gagas Nusantara, Romadhon Jasn, penolakan tanpa dasar ilmiah justru menimbulkan preseden buruk. “Kalau swasta masih menolak padahal sudah lolos uji LEMIGAS, maka ini bukan soal mutu, tapi soal keberpihakan. Pemerintah sudah membuka ruang kolaborasi, jadi yang perlu dipertanyakan justru sejauh mana swasta berkomitmen terhadap kemandirian energi nasional,” katanya, Senin (6/10).

Romadhon menilai resistensi SPBU swasta mencerminkan ketidaksiapan beradaptasi dengan bahan bakar berstandar baru yang lebih ramah lingkungan. “Isu ini tidak bisa dibungkus dengan alasan teknis semata. Ada kepentingan komersial yang tak boleh mengorbankan stabilitas energi. Rakyat menunggu BBM, bukan drama korporasi,” tegasnya.

Baca Juga :  Genap Berusia Dua Tahun, J&T Cargo Berkomitmen untuk Terus Tingkatkan Efisiensi Logistik di Tanah Air

Kementerian ESDM memastikan seluruh produk Pertamina telah lulus uji kualitas di Balai Besar Pengujian Migas (LEMIGAS). Pengujian dilakukan pada periode Agustus–September 2025 terhadap berbagai jenis BBM, termasuk Pertalite, Pertamax, dan Biosolar. Hasilnya, seluruh sampel dinyatakan memenuhi spesifikasi nasional. “Etanol 3,5 persen tidak menurunkan performa mesin dan aman untuk distribusi nasional,” ujar Laode.

Gagas Nusantara menilai langkah tegas Dirjen Migas terhadap swasta sudah tepat. “Negara tidak boleh ragu menegakkan regulasi. Kalau swasta ingin berbisnis di Indonesia, mereka wajib tunduk pada standar nasional, bukan membawa standar korporasi global yang menghambat distribusi,” kata Romadhon.
Ia juga menegaskan bahwa energi adalah urusan kedaulatan, bukan sekadar pasar.

Selain itu, pemerintah melalui Pertamina telah berkomitmen membangun komunikasi publik yang lebih terbuka. “Transparansi hasil uji LEMIGAS dan pengawasan kuota impor harus diumumkan secara berkala agar tidak ada ruang spekulasi,” ujar Romadhon. Langkah ini dinilai penting untuk mengembalikan ketenangan publik dan menjaga reputasi industri nasional.

Baca Juga :  Kebijakan LPG 3 Kg Berubah Lagi, Prabowo Turun Tangan: Evaluasi Kabinet Jadi Keharusan?

“Masyarakat jangan ragukan komitmen Pertamina. Kualitas BBM nasional terjamin, hasil pengujiannya jelas, dan pemerintah bekerja sesuai regulasi. Publik sebaiknya tidak terpengaruh pemberitaan negatif yang memperkeruh situasi. Saatnya percaya kemandirian energi Indonesia sedang dibangun, bukan diragukan,” pungkas Romadhon.

CATATAN REDAKSI

Apabila ada pihak yang merasa dirugikan dan/atau
keberatan dengan penayangan artikel dan/atau berita tersebut di atas, anda dapat mengirimkan artikel dan/atau berita berisi sanggahan dan/atau koreksi kepada Redaksi kami, sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (11) dan (12) Undang-Undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers.
Artikel/berita dimaksud dapat dikirimkan melalui email:
detikdjakartaofficial@gmail.com.
_______________________

Iklan 300250
Example 120x600

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!