Jakarta (detikj) – Belakangan ini, beredar informasi di media sosial yang mengklaim adanya diskon tarif listrik 50 persen untuk pelanggan rumah tangga pada periode Mei–Juni 2025. Tautan pendaftaran yang disebarluas pun memancing antusiasme sekaligus kekhawatiran, meski kebijakan diskon tersebut sebenarnya tidak diperpanjang setelah Februari 2025.
Penelusuran fakta oleh PLN, Kominfo, dan media cek fakta menyatakan bahwa klaim diskon ini adalah hoaks. Diskon 50 persen memang pernah dijalankan untuk pelanggan 450–900 VA pada awal 2025, namun tidak berlanjut ke periode berikutnya. Penyebaran tautan palsu justru berpotensi menjadi modus penipuan dan pencurian data.
Direktur Gagas Nusantara, Romadhon Jasn, mengingatkan pentingnya kewaspadaan publik. “Masyarakat harus hati‑hati menerima informasi di media sosial. Selalu verifikasi melalui kanal resmi PLN—seperti aplikasi PLN Mobile, website pln.co.id, dan akun media sosial terverifikasi,” katanya, Rabu (11/6).
Rekaman cuitan di X menunjukkan bahwa sekitar 65 persen pengguna sudah skeptis dan menolak hoaks ini, sementara 35 persen belum sepenuhnya paham perbedaan antara kabar resmi dan tiruan. Data ini menggambarkan betapa cepatnya misinformasi dapat menyebar jika literasi digital belum memadai di kalangan masyarakat.
Romadhon menekankan perlunya akselerasi literasi digital bagi publik. “Sekolah, universitas, dan komunitas lokal harus mengadakan pelatihan singkat cara memverifikasi informasi. Literasi digital bukan sekadar soal teknologi, melainkan perisai terhadap penipuan,” ujarnya.
PLN dan Kementerian Kominfo telah mengeluarkan pernyataan resmi bahwa informasi diskon 50 persen pada Mei–Juni 2025 adalah palsu. Mereka juga menyarankan agar pelanggan yang menerima tautan mencurigakan segera melaporkan ke contact center PLN di 123 atau email callcenter@pln.co.id untuk verifikasi.
Romadhon Jasn mengapresiasi langkah tersebut, namun menilai transparansi perlu ditingkatkan lagi. “PLN harus gencar memberikan informasi melalui iklan layanan masyarakat, banner di SPBU, dan sosialisasi door‑to‑door di kompleks perumahan, agar tak ada ruang bagi hoaks,” tegasnya.
Selain memastikan akses informasi, masyarakat juga diharapkan aktif berpartisipasi. Dengan ikut melaporkan hoaks dan membantu menyebarkan klarifikasi, publik menjadi bagian dari penguatan pertahanan literasi digital nasional. Inisiatif peer‑to‑peer education di lingkungan RT/RW akan sangat membantu.
Romadhon menutup dengan keyakinan bahwa, melalui kolaborasi antara pemerintah, PLN, dan masyarakat yang kritis, kita dapat menekan penyebaran hoaks. “Jangan biarkan misinformasi merusak kepercayaan publik. Literasi digital dan transparansi layanan adalah kunci menjaga integritas sistem publik,” pungkasnya.