detikdjakarta.com, Jakarta || Lembaga Lentera Muda Indonesia (LEMSI) dan Eksekutif Mahasiswa Independen Indonesia (EMI Indonesia) yang tergabung dalam Forum Kajian Pemerhati Hukum Indonesia (FORKAMI) kembali turun ke jalan menyuarakan desakan penegakan integritas di tubuh organisasi olahraga nasional. Aksi berlangsung di depan kantor Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Pusat, Senin (3/11/2025), menyoroti dugaan cacat prosedur dalam pemilihan Ketua KONI Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra).
Pemilihan Ketua KONI Sultra melalui Musyawarah Olahraga Provinsi Luar Biasa (MusorProvLub) yang menetapkan Inisial A (Triple A) sebagai ketua terpilih disebut sarat kejanggalan, cacat administrasi, dan bertentangan dengan aturan kelembagaan KONI.
Akbar Rasyid, Presidium Lentera Muda Indonesia, mengungkap tiga poin kejanggalan yang menjadi dasar protes mereka.
Pertama, terpilihnya inisial AAA yang saat ini masih berstatus tersangka dalam kasus dugaan korupsi tambang PT KKP. Akbar mempertanyakan bagaimana yang bersangkutan dapat memperoleh Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK) sebagai salah satu syarat pencalonan, sementara status hukumnya masih belum bersih.
“KONI adalah organisasi yang menjunjung sportivitas dan integritas. Bagaimana mungkin memberi ruang kepada figur yang sedang berurusan dengan kasus korupsi?” ujar Akbar.
Kedua, pasca pelantikan, Ketua KONI Sultra diduga melanggar AD/ART dengan melakukan pembengkakan struktur pengurus. Struktur yang idealnya berjumlah sekitar 80 orang berubah menjadi lebih dari 150 orang.
Ketiga, adanya dugaan praktik dinasti dalam KONI Sultra. Inisial AAA disebut mengangkat istrinya sebagai Wakil Ketua Bendahara II, dan beberapa posisi strategis lain diduga diisi oleh kerabat maupun pasangan pengurus.
“Kami menduga kuat terjadi penyalahgunaan kekuasaan dan nepotisme. KONI bukan warisan keluarga,” tegas Akbar.
Atas dasar itu, mereka mendesak KONI Pusat untuk:
1. Membatalkan hasil Muslubprov KONI Sultra
2. Melakukan audit internal terhadap pengurus KONI Sultra
3. Menelusuri dugaan maladministrasi penerbitan SKCK
4. Mengambil tindakan tegas demi menjaga marwah organisasi olahraga nasional
Di lokasi yang sama, Salfin Tebara, Direktur EMI Indonesia, menegaskan bahwa persoalan ini bukan hanya administratif, tetapi menyangkut moralitas dan penegakan hukum dalam organisasi yang seharusnya menjadi simbol pembinaan prestasi dan kepemudaan.
“KONI tidak boleh diperlakukan seperti kendaraan politik keluarga. Ini bukan ruang untuk transaksi kepentingan dan konsolidasi kekuasaan. Ini lembaga publik, bukan organisasi keluarga,” tegas Salfin.
Ia menambahkan bahwa pihaknya tidak akan berhenti pada aksi hari ini. Mereka berkomitmen terus mendesak KONI Pusat untuk menindaklanjuti dugaan pelanggaran tersebut.
“Kami akan kembali, kami akan kawal, dan kami akan buka semua aktor yang terlibat. Tidak ada tempat bagi dinasti dan pengurus bermasalah di KONI. Ini tentang masa depan olahraga daerah dan integritas lembaga,” tutup Salfin.
Aksi massa ini ditutup dengan seruan agar KONI Pusat bertindak cepat dan tidak tunduk pada tekanan politik maupun kepentingan tertentu. Mereka menegaskan akan membawa isu ini ke Kemenpora jika tuntutan mereka tidak mendapat respons tegas.


















