DetikDjakarta.com|Bekasi – Area reklamasi pagar laut seluas 2,5 hektare milik PT Tunas Ruang Pelabuhan Nusantara (TRPN) di Kabupaten Bekasi diduga di luar nota kerja sama dengan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Barat.
Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq mengungkapkan, nota kerja sama kedua belah pihak hanya sebatas akses masuk jalan di Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Paljaya, Desa Segara Jaya, Tarumajaya.
“Kita memang mendapat info ada kerja sama dengan Pemprov (Jawa Barat), tetapi setelah kita telusuri ternyata Pemprov (Jawa Barat) hanya memberikan akses masuk terkait dengan kegiatan ini,” kata Hanif usai menyegel area reklamasi pagar laut di Kampung Paljaya, Kamis (30/1/2025).
Atas temuan ini, Hanif mengaku akan memanggil PT TRPN selaku pemilik sekaligus penanggungjawab area reklamasi. “Ini kita akan segera memanggil penanggung jawab proyek ini,” tegas dia.
Hanif menjelaskan penyegelan didasari ancaman kerusakan maupun baku mutu lingkungan. Dia berkata aksi ini tidak reaktif, melainkan telah melalui kajian mendalam terhadap segala potensi data baik citra satelit hingga dokumen administrasi.
“Jadi ini tentu harus kita tertibkan. Kalau kegiatan-kegiatan ini ke depannya kami akan melakukan review terkait dengan seluruh kegiatan reklamasi, ini penting,” katanya.
Menurut dia kegiatan reklamasi perlu memperhatikan aspek tata air dari hilir ke hulu agar tidak menyebabkan banjir hingga menenggelamkan ruas-ruas jalan seperti yang terjadi pada pulau-pulau hasil reklamasi di Daerah Khusus Jakarta.
Kemudian, dari segi lingkungan, kegiatan reklamasi ini mematikan area konservasi hutan bakau lantaran tidak mendapatkan suplai lumpur. Hutan bakau yang mati membuat fungsi mereka sebagai pelindung pulau dari ancaman abrasi menjadi terganggu. Ditambah kerusakan biologi dan ekologi yang ada di bawah laut.
“Belum lagi evaluasi kegiatan ekonomi dari sisi masyarakat, asal tanah untuk mengurug, tidak dengan kemudian memindahkan suatu pulau ke pulau ini, yang sana pasti rusak. Reklamasi hanya mungkin secara logis kita benarkan bilamana memang menggunakan tanah-tanah yang memang untuk mendukung alur pelayaran transportasi dan lain-lain,” ucapnya.
“Sebenarnya nenek moyang kita punya sejarah yang lebih wisdom. Jadi ada tiang-tiang yang kemudian alur air tidak terganggu. Justru ini ditimbun, ini menjadi masalah utama. Timbunan tidak kecil, tapi luas sekali. Jadi bisa dibayangkan begitu ini benar-benar terjadi, dari pantai langsung kita tutupi daratan, pasti akan terjadi kerusakan yang luar biasa, dampak lingkungan yang luar biasa,” imbuh dia.