Jakarta,- Menjelang 100 hari pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming, polemik pembongkaran pagar laut misterius sepanjang 30,16 km di Tangerang, Banten, menjadi sorotan. TNI Angkatan Laut (AL) bertindak cepat menindaklanjuti perintah Presiden, sementara Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dinilai lamban dan kurang koordinasi.
Pembongkaran pagar laut dilakukan oleh TNI AL pada Sabtu (18/1), dipimpin langsung oleh Danlantamal III Jakarta Brigjen (Mar) Harry Indarto, bersama ratusan personel dan nelayan setempat. Harry menjelaskan bahwa tindakan ini diambil atas arahan langsung dari Presiden Prabowo.
“Kami hadir atas perintah Presiden melalui Kepala Staf Angkatan Laut untuk membuka akses bagi masyarakat, khususnya para nelayan,” ujar Harry di Tanjung Pasir, Tangerang.
Namun, KKP justru menyayangkan langkah TNI AL yang disebut dilakukan tanpa koordinasi dengan pihak kementerian.
“Kami menyayangkan pembongkaran pagar laut tersebut dilakukan tanpa koordinasi dengan KKP,” kata Doni Ismanto Darwin, Staf Khusus Menteri Kelautan dan Perikanan, Minggu (19/1).
KKP Dikritik karena Lamban
KKP menyatakan bahwa pembongkaran tanpa koordinasi dapat mengaburkan proses hukum yang sedang berjalan. Menurut Doni, kementerian tengah menyelidiki dampak lingkungan dari keberadaan pagar tersebut, termasuk perubahan ekosistem akibat pemasangan paranet.
Namun, pernyataan ini menuai kritik dari berbagai pihak yang menilai KKP lambat bertindak meski laporan pagar laut sudah diterima sejak Agustus 2024. “Jika TNI AL bisa bertindak cepat, mengapa KKP masih berbicara soal koordinasi?” kritik Romadhon Jasn, Direktur Gagas Nusantara, Minggu (19/01/2025).
Ia menambahkan bahwa lambannya KKP dapat merusak citra Presiden Prabowo. “Jangan sampai kelambanan KKP mencoreng wibawa pemerintah dan komitmen Presiden yang sudah jelas berpihak kepada rakyat,” tegasnya.
Evaluasi Menjelang 100 Hari Pemerintahan Prabowo-Gibran
Kasus pagar laut ini menjadi ujian nyata bagi kabinet Prabowo-Gibran, terutama bagi KKP sebagai kementerian strategis dalam menjaga kedaulatan maritim. Evaluasi terhadap kinerja Menteri KKP dan Dirjen PSDKP menjadi sangat penting untuk memastikan masalah serupa tidak terulang.
Rekomendasi Evaluasi Menteri KKP:
• Kepemimpinan Strategis: Menteri Wahyu Trenggono harus bertanggung jawab atas kelemahan koordinasi dan lambannya tindakan kementerian dalam merespons isu ini.
• Perbaikan Respons: Sebagai pemimpin, Menteri harus memastikan tindakan yang lebih proaktif dan cepat dalam menangani laporan masyarakat.
Rekomendasi Evaluasi Dirjen PSDKP:
• Pengawasan Operasional: Dirjen PSDKP memiliki tanggung jawab langsung untuk mengawasi dan menindak aktivitas ilegal di ruang laut. Lambannya respons menunjukkan kelemahan dalam pengelolaan teknis di lapangan.
• Penguatan Sistem Pengawasan: Dirjen perlu memastikan pengawasan berbasis teknologi seperti satelit dan drone untuk mencegah kasus serupa.
TNI AL Membuktikan Ketegasan
Di sisi lain, TNI AL menunjukkan langkah cepat dan tegas atas arahan Presiden. Pembongkaran ini melibatkan pasukan khusus seperti Kopaska, Marinir, dan Dinas Penyelamatan Bawah Air (Dislambair). Kepala Dinas Penerangan TNI AL Laksma TNI I Made Wira Hady menyebutkan bahwa proses pembongkaran ditargetkan rampung dalam 10 hari.
“Kami memastikan pembongkaran dilakukan dengan aman dan tetap mempertimbangkan kondisi lingkungan sekitar,” ujar Made.
Menjelang 100 hari pemerintahan Prabowo-Gibran, kasus ini menjadi tolok ukur kinerja kabinet dalam merespons isu-isu strategis. TNI AL telah membuktikan langkah cepatnya, sementara KKP berada di bawah sorotan publik karena sikap lamban dan kurang koordinasi.
Evaluasi terhadap Menteri KKP dan Dirjen PSDKP menjadi penting untuk menjaga visi pemerintahan Prabowo-Gibran yang pro-rakyat, responsif, dan tegas. “Kedaulatan laut Indonesia dan kepentingan masyarakat harus diutamakan tanpa kompromi,” pungkas Romadhon.