Bandar Lampung – Isu internal di Universitas Malahayati kembali menjadi sorotan publik setelah mencuat fakta bahwa Dr. Muhammad Kadafi, anggota DPR RI asal Lampung, melaporkan ayah kandungnya sendiri, H. Rusli Bintang, ke Polda Lampung. Laporan itu teregister dalam LP/B/1601/XI/2024 dan hingga kini masih tercatat aktif dalam proses hukum.
Namun di balik isu besar ini, muncul pandangan dari kalangan mahasiswa yang mengkritisi secara objektif dinamika yang terjadi. Muldiansyah, aktivis mahasiswa Lampung, menilai bahwa narasi tentang adanya konflik kepemimpinan dan kekisruhan di Universitas Malahayati justru dibangun secara sengaja oleh pihak Kadafi dan kroninya.
“Sebetulnya tidak ada konflik di dalam kampus. Kegiatan akademik berjalan normal. Yang membuat gaduh adalah narasi yang dibangun oleh Kadafi, melalui aksi-aksi terorganisir, mengerahkan massa, ormas, dan bahkan sebagian mahasiswa untuk menciptakan kesan bahwa kampus sedang kacau,” tegas Muldiansyah dalam pernyataan resminya, Selasa (16/4/2025).
Ia menyayangkan penggunaan mahasiswa dan simbol pendidikan dalam agenda politik dan perebutan kekuasaan yayasan. Terlebih, menurutnya, kondisi internal kampus dan yayasan secara hukum sudah selesai dan sah.
Pernyataan Muldiansyah ini diperkuat dengan pernyataan Ketua Yayasan Alih Teknologi Bandar Lampung (YATBL), Ir. Musa Bintang, M.M., yang dalam wawancaranya bersama RRI (13/4), menyatakan bahwa kepengurusan yayasan saat ini telah sah dan sesuai dengan aturan perundang-undangan yang berlaku.
“Kami menegaskan bahwa perubahan pengurus yayasan dilakukan melalui mekanisme resmi. Berdasarkan akta notaris yang telah disahkan oleh Kemenkumham, seluruh kebijakan yang diambil termasuk pengangkatan Rektor Universitas Malahayati sah secara hukum,” ujar Musa, merujuk pada Akta Notaris Nomor 243 Tanggal 17 Januari 2025 yang disahkan oleh Kementerian Hukum dan HAM melalui SK AHU-AH.01.06-0050183.
Sementara itu, H. Rusli Bintang, pendiri Universitas Malahayati, juga angkat bicara melalui wawancaranya dengan Media Indonesia (10/4/2025). Ia mengaku kecewa karena anak kandungnya justru mencoba mengambil alih yayasan dan kampus yang ia bangun bukan untuk warisan keluarga, melainkan untuk tujuan amal.
“Universitas Malahayati saya dirikan dengan niat sosial, sebagian keuntungannya disalurkan untuk anak yatim. Kampus ini bukan warisan keluarga, ini amanah. Saya bahkan sudah serahkan kampus lain kepada Kadafi, seperti Abulyatama di Aceh dan Universitas Batam. Tapi kini ia mencoba merebut yang bukan haknya,” ujar Rusli dengan nada kecewa.
Lebih lanjut, Muldiansyah menyatakan bahwa dalam konteks etika publik, tindakan Kadafi sangat mencoreng nama lembaga legislatif yang ia wakili. “Seorang wakil rakyat seharusnya menjadi teladan dalam menghormati hukum dan nilai kekeluargaan, bukan justru menempuh cara-cara represif, provokatif, dan manipulatif,” katanya.
Karena itu, Mulyadi bersama sejumlah unsur mahasiswa di Lampung mengaku telah menyusun dokumen pelaporan ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) atas dugaan pelanggaran etik berat yang dilakukan oleh Kadafi. “Kami tidak akan tinggal diam ketika simbol pendidikan dan amanah sosial digunakan untuk kepentingan pribadi,” tegasnya.
Konflik internal yang tampak di permukaan, menurut Muldiansyah, hanyalah rekayasa narasi yang dibesar-besarkan. Ia menegaskan bahwa satu-satunya konflik nyata adalah antara pihak yang tidak menerima proses hukum dengan keputusan sah yang sudah final.