JAKARTA — Realisasi produksi minyak dan gas bumi (migas) Indonesia pada semester I-2025 melampaui target yang tertuang dalam APBN. Kementerian ESDM melaporkan realisasi setara minyak mencapai sekitar 1.754,5 ribu barel setara minyak per hari (MBOEPD), melebihi target semester sebesar 1.610 MBOEPD.
Secara komoditas, capaian ini ditopang oleh performa gas yang relatif kuat serta realisasi minyak mentah yang pada Juni 2025 tercatat 608,1 ribu barel per hari (bph), sedikit melewati target bulanan 605 ribu bph. Pemerintah memandang angka ini sebagai bukti efektivitas sejumlah kebijakan deregulasi dan paket insentif investasi migas.
Pujian datang dari lingkar pemerintahan dan investor, namun sejumlah pengamat mengingatkan agar capaian agregat tidak membuat lengah. Fluktuasi produksi bulanan dan ketergantungan pada beberapa lapangan kunci menandai adanya risiko struktural yang harus segera diatasi.
“Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Bahlil Lahadalia, menyatakan bahwa keberhasilan melampaui target produksi migas semester pertama 2025 merupakan bukti kebijakan strategis pemerintah berjalan efektif. ‘Kami terus mendorong optimalisasi sumur-sumur yang ada dan memberikan insentif agar investor tetap percaya,’ ujarnya. Namun, Bahlil juga mengingatkan perlunya kerja keras untuk menjaga keberlanjutan produksi jangka panjang.”
“Pencapaian ini memang patut diapresiasi, namun kewaspadaan lebih penting. Kita harus menanyakan kelangsungan produksi: apakah surplus ini sifatnya struktural atau sekadar temporal karena faktor teknis tertentu?” ujar Romadhon Jasn, Direktur Eksekutif Gagas Nusantara, Selasa (12/8/2025)
Salah satu persoalan mendasar adalah usia lapangan dan sumur tua yang produksinya menurun secara alamiah. Revitalisasi lapangan tua, proyek eksplorasi yang masif, serta adopsi teknologi enhanced oil recovery menjadi kebutuhan mendesak untuk menjaga produksi jangka menengah dan panjang.
Selain faktor teknis, aspek investasi juga menentukan. Untuk mempertahankan dan meningkatkan lifting diperlukan paket insentif fiskal yang jelas, kepastian regulasi, dan penanganan birokrasi perizinan agar modal asing maupun domestik berani masuk ke proyek hulu yang berisiko tinggi.
“Yang diperlukan sekarang bukan hanya euforia angka, melainkan peta jalan investasi dan revitalisasi yang transparan dari paket insentif hingga target pengeboran tahunan yang bisa diaudit publik,” tegas Romadhon Jasn.
Di sisi lain, capaian migas menimbulkan debat kebijakan: apakah fokus pada peningkatan produksi migas akan menggeser prioritas transisi ke energi terbarukan. Banyak pihak menyarankan strategi seimbang yang mengintegrasikan kebutuhan ketahanan energi jangka pendek dengan program dekarbonisasi jangka panjang.
“Produksi migas yang tinggi hari ini tidak boleh menjadi alasan menunda investasi EBT. Kebijakan energi harus mengakomodasi keduanya: stabilitas pasokan serta percepatan transisi energi bersih,” kata Romadhon .
Kesimpulannya, capaian semester I-2025 menyimpan dua pesan: keberhasilan teknis yang patut diapresiasi, dan kewajiban kebijakan untuk memastikan keberlanjutan. Pemerintah diminta menyusun roadmap hulu yang menggabungkan revitalisasi lapangan, insentif investasi, transparansi data, dan sinergi dengan agenda energi bersih agar surplus hari ini menjadi fondasi, bukan jebakan, bagi masa depan energi Indonesia.