Jakarta, (detikj), – Transformasi digital menjadi salah satu pilar utama Kabinet Merah Putih di bawah Presiden Prabowo Subianto. Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi), yang dipimpin Menteri Meutya Hafid, berada di garda depan untuk mewujudkan visi Indonesia Digital 2045. Namun, di tengah langkah progresif, publik masih menantikan pemerataan akses internet dan penguatan keamanan siber.
Romadhon Jasn, Direktur Gagas Nusantara, menilai Komdigi telah mencatatkan sejumlah prestasi. Dalam keterangannya pada Minggu (27/4/2025), ia memuji proyek infrastruktur seperti Satelit Satria dan Base Transceiver Station (BTS) di daerah terdepan, terluar, dan tertinggal (3T) melalui Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (BAKTI). “Konektivitas di wilayah terpencil mulai terasa. UMKM di Papua kini bisa jualan online,” katanya.
Langkah Komdigi dalam digitalisasi pemerintahan juga mendapat apresiasi. Kolaborasi dengan Kementerian PANRB untuk Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE) mempercepat layanan publik. Romadhon menyoroti inisiatif INA Digital sebagai fondasi birokrasi modern. “Aplikasi SPBE bikin pelayanan lebih efisien. Ini langkah konkret menuju tata kelola digital,” ujarnya.
Kebijakan perlindungan di ruang digital menjadi poin positif lain. Implementasi UU No. 27 Tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi (PDP) dan pemberantasan konten negatif, seperti judi daring, menunjukkan respons cepat Komdigi. Peraturan Pemerintah No. 17 Tahun 2025 (PP Tunas), yang menunda akses media sosial untuk anak di bawah umur, dinilai Romadhon sebagai terobosan. “PP Tunas berbasis kajian psikologis, melindungi anak dari dampak buruk digital,” katanya.
Namun, tantangan besar turut membayangi. Pemangkasan anggaran Komdigi sebesar 58,17% (Rp 4,495 triliun) pada 2025, termasuk Rp 2,7 triliun untuk BAKTI, mengancam kelanjutan proyek 3T. “Internet di desa-desa terpencil bisa mandek kalau anggaran terus dipotong,” ujar Romadhon. Ia khawatir efisiensi ini justru memperlambat pemerataan digital.
Isu tata kelola juga jadi sorotan. Dugaan korupsi pengadaan Pusat Data Sementara Nasional (PDSN) senilai Rp 1 triliun memicu sentimen negatif. Romadhon menegaskan perlunya pengusutan menyeluruh. “Kasus ini merusak kepercayaan publik. Komdigi harus buktikan komitmen antikorupsi dengan transparansi,” katanya. Insiden kebocoran data Pusat Data Nasional semakin memperburuk persepsi.
Keamanan siber menjadi pekerjaan rumah lain. Romadhon menilai Komdigi perlu mempercepat pembentukan Otoritas Pengawas PDP untuk menjamin perlindungan data. “Keamanan siber bukan cuma teknologi, tapi soal kepercayaan. Publik perlu tahu langkah perbaikan Komdigi,” ujarnya. Ia juga menyayangkan perluasan fokus BAKTI ke layanan digital umum, yang bisa melemahkan prioritas infrastruktur 3T.
Meski begitu, Romadhon tetap optimistis. Kerja sama Komdigi dengan Tony Blair Institute untuk kecerdasan buatan (AI) dan seminar digitalisasi penyiaran 2025–2029 menunjukkan visi jauh ke depan. “AI bisa revolusi layanan publik, tapi manfaatnya harus sampai ke rakyat kecil,” katanya. Ia mendorong Komdigi menggelar dialog publik untuk menjelaskan kebijakan dan menampung aspirasi.
Komdigi, menurut Romadhon, berada di jalur yang benar, tapi eksekusi harus lebih tajam. “Transformasi digital harus adil dan aman. Komdigi punya peluang besar, asal dengar suara masyarakat,” pungkasnya. Publik menanti langkah nyata agar Indonesia digital tak hanya jadi wacana, tapi kenyataan yang dirasakan semua.