Jakarta, detidjakarta.com – Pemilihan Ketua Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) menuai kontroversi. Forum Komunikasi Mahasiswa Hukum (FKMH) Sultra-Jakarta menyoroti penetapan AAA sebagai Ketua KONI Sultra terpilih secara aklamasi dalam Musyawarah Olahraga Provinsi Luar Biasa (Musorprovlub).
AAA diketahui merupakan calon tunggal dalam pemilihan tersebut. Namun, penetapannya memantik kritik lantaran ia diduga memiliki rekam jejak hukum dalam kasus penggelapan dana pertambangan senilai Rp34 miliar milik PT Kabaena Kromit Pratama (KKP), perusahaan milik keluarga Gubernur Sultra.
“Bagaimana mungkin seseorang yang pernah berstatus tersangka dan kasusnya belum tuntas bisa memimpin lembaga sebesar KONI? Ini jelas mencederai integritas lembaga olahraga,” tegas Ketua Umum FKMH Sultra-Jakarta, Salfin Tebara, dalam keterangan resminya, Senin (28/7/2025).
Salfin menilai pemilihan secara aklamasi sangat janggal dan diduga sarat kepentingan politik. Ia menyebut AAA adalah Ketua DPD Partai Gerindra Sultra sekaligus keponakan dari Gubernur Sultra, yang juga disebut-sebut memiliki pengaruh besar dalam penetapan tersebut.
“Pemilihan ini jelas inkonstitusional karena tidak sesuai dengan AD/ART KONI. TPP (Tim Penjaringan dan Penyaringan) tidak menyertakan syarat penting seperti SKCK atau keterangan tidak sedang berstatus tersangka. Ini menunjukkan indikasi kongkalikong,” tambahnya.
FKMH menduga TPP Musorprovlub lalai dalam menjalankan tugasnya dengan membiarkan calon tunggal lolos tanpa verifikasi hukum yang ketat. Padahal, berdasarkan informasi yang diperoleh FKMH Sultra-Jakarta, kasus dugaan penggelapan Rp34 miliar yang menjerat AAA telah naik ke tahap penyidikan, bahkan yang bersangkutan sempat ditetapkan sebagai tersangka oleh Polresta Kendari.
Merespons kejanggalan tersebut, FKMH Sultra-Jakarta menyatakan akan melaporkan hasil Musorprovlub ke KONI Pusat dan meminta pembatalan penetapan Ketua KONI Sultra. Tak hanya itu, mereka juga berencana menggelar aksi demonstrasi di DPR RI Komisi X yang membidangi olahraga dan pendidikan.
“Kami akan mengajukan laporan resmi ke KONI Pusat dan meminta evaluasi menyeluruh terhadap TPP hingga jajaran pengurus KONI Sultra. Ini penting agar proses demokratisasi dalam organisasi olahraga berjalan dengan sehat dan berintegritas,” ujar Salfin.
FKMH juga mendesak agar ke depan KONI menetapkan standar ketat bagi calon ketua, termasuk riwayat hukum dan independensi politik, agar lembaga olahraga tidak dijadikan kendaraan kepentingan keluarga atau partai.