Jakarta – Dugaan penyalahgunaan wewenang dan korupsi kembali mencuat di Desa Tamesandi, Kecamatan Uepai, Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara. Kepala Desa Tamesandi, yang berinisial ML, dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) serta Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) atas dugaan penggelapan dana kompensasi pembebasan lahan terkait Proyek Strategis Nasional (PSN) pembangunan Waduk Ameroro.
Menurut laporan yang dihimpun dari berbagai sumber, termasuk Tomi Dermawan, salah satu aktivis yang mengawal kasus ini, Kepala Desa ML diduga melakukan manipulasi data penerima pembayaran lahan terdampak proyek waduk.
Beberapa warga yang memiliki hak atas tanah justru tidak menerima pembayaran, sementara keluarga dan kerabat Kepala Desa, yang tidak memiliki APL (Areal Penggunaan Lain), diduga kuat menerima dana kompensasi secara tidak sah.
“Kami memiliki bukti bahwa banyak penerima kompensasi bukan pemilik sah tanah yang terdampak pembangunan. Nama-nama penerima telah dimanipulasi agar dana dapat mengalir ke pihak-pihak tertentu yang berhubungan langsung dengan Kepala Desa. Ini bukan sekadar isu lokal, ini sudah menjadi bentuk kejahatan terstruktur yang harus ditindak tegas oleh aparat hukum,” tegas Tomi Dermawan.
Selain itu, dugaan keterlibatan pihak Balai Wilayah Sungai (BWS) Sulawesi IV Kendari semakin memperkuat indikasi adanya konspirasi dalam pengelolaan dana pembebasan lahan.
Kepala Bendahara BWS, yang berinisial S, diketahui merupakan adik kandung dari Kepala Desa ML. Hubungan kekerabatan ini semakin memperkuat dugaan adanya kongkalikong dalam pengaturan pencairan dana kompensasi lahan.
Seorang tokoh masyarakat yang terdampak langsung oleh proyek ini, yang enggan disebutkan namanya karena alasan keamanan, menyampaikan bahwa selama ini mereka sudah berulang kali menyampaikan keluhan kepada pemerintah daerah dan aparat penegak hukum di tingkat lokal. Namun, laporan-laporan mereka selalu berakhir tanpa tindak lanjut.
“Sudah berkali-kali kami melaporkan permasalahan ini, tetapi sepertinya ada kekuatan besar yang membuat semua laporan mental begitu saja. Apakah hukum sudah tidak berlaku bagi para penguasa kecil di daerah? Kami meminta KPK turun tangan langsung untuk menyelidiki dugaan korupsi ini. Jika dibiarkan, maka akan semakin banyak rakyat kecil yang dirugikan,” ujar tokoh masyarakat tersebut dengan penuh harap.
Sementara itu, Pemuda 21, sebuah organisasi pemuda yang aktif dalam isu-isu keadilan sosial dan pemberantasan korupsi, juga menantang aparat penegak hukum untuk segera bertindak.
Mereka menuntut agar KPK dan instansi terkait segera melakukan pemeriksaan terhadap harta kekayaan Kepala Desa ML beserta keluarganya.
“Kami tidak akan tinggal diam melihat rakyat ditindas oleh segelintir orang yang memanfaatkan jabatan mereka untuk kepentingan pribadi. Kami menantang aparat penegak hukum untuk turun langsung dan memeriksa aset-aset Kepala Desa serta keluarganya. Jika memang mereka bersih, maka buktikan! Tetapi jika terbukti ada indikasi korupsi, maka hukum harus ditegakkan seadil-adilnya,” tegas salah satu perwakilan Pemuda 21.
Masyarakat yang terdampak proyek Waduk Ameroro berharap agar kasus ini segera mendapatkan perhatian serius dari pihak berwenang.
Mereka menegaskan, jika tidak ada tindakan konkret, maka dikhawatirkan kepercayaan masyarakat terhadap hukum akan semakin runtuh, yang berpotensi memicu tindakan main hakim sendiri.
Hingga berita ini diturunkan, Kepala Desa Tamesandi ML maupun pihak BWS Sulawesi IV Kendari belum memberikan klarifikasi resmi terkait tudingan ini.
Namun, desakan publik semakin kuat agar kasus ini segera diusut hingga tuntas demi keadilan bagi masyarakat yang terdampak.
Laporan Redaksi.