Jakarta, detikj– Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan (Imipas) di bawah kepemimpinan Agus Andrianto menghadapi kritik tajam meski mencatatkan pencapaian finansial yang mengesankan. Direktorat Jenderal Imigrasi melebihi target PNBP hingga 150%, sementara Pemasyarakatan mencapai 621% pada 2024, namun keberlanjutan dan dampak kualitas layanan masih dipertanyakan. Fokus pada pendapatan diduga mengorbankan hak dan kualitas layanan warga binaan.
“Masalah overcrowding dan fasilitas lapas yang usang menjadi ancaman serius yang diakui oleh Menteri, namun belum terlihat solusi konkret. Kondisi ini menimbulkan kekhawatiran publik terhadap komitmen kementerian dalam memperbaiki sistem pemasyarakatan,” ungkap Romadhon Jasn Ketua Jaringan Aktivis Nusantara, di Jakarta, (23/5)
Pendekatan kebijakan yang terlalu punitif, diduga dipengaruhi latar belakang Agus Andrianto sebagai mantan polisi, mengabaikan aspek rehabilitasi dan reintegrasi warga binaan. Hal ini berpotensi menimbulkan konflik dengan aktivis HAM dan menyimpang dari tujuan pemasyarakatan sejati.
“Menteri menunjukkan pragmatisme dengan menyederhanakan seremoni dan mengalihkan anggaran ke program prioritas, namun ada risiko penghematan ini mengorbankan layanan esensial jika tidak dikelola dengan baik,” katanya.
Janji-janji besar untuk mendukung visi Presiden Prabowo, seperti pencegahan narkoba di lapas dan pemberdayaan warga binaan, belum menunjukkan bukti implementasi nyata. Tidak ada data yang mendukung capaian tersebut, sehingga publik skeptis terhadap kemampuan kementerian mengeksekusi rencana.
“Wakil Menteri Silmy Karim tampak minim peran dan gerakannya terbatas, diduga karena kurangnya kewenangan yang jelas. Ini menunjukkan kegagalan struktural dalam organisasi kementerian yang menghambat efektivitas kerja,” terang Romadhon.
Kelemahan struktur organisasi yang membuat Wakil Menteri tidak maksimal berkontribusi menghilangkan peluang kementerian untuk bergerak lebih cepat dan responsif menghadapi tantangan yang ada.
“Publik menuntut transparansi, akuntabilitas, dan perbaikan sistem sebagai fokus utama kementerian. Tanpa itu, capaian finansial yang dibanggakan hanya menjadi angka kosong tanpa solusi nyata untuk masalah lapas dan imigrasi,” tuturnya.
Agus Andrianto harus segera mengambil langkah konkret dengan indikator kinerja terukur, melibatkan pemangku kepentingan, dan memberdayakan Wakil Menteri agar janji-janji besar tidak berakhir sia-sia di mata masyarakat.
“Meskipun ada beberapa penghargaan dan prestasi yang diraih oleh unit-unit di bawah kementerian, seperti predikat Wilayah Bebas Korupsi (WBK) dan penghargaan kehumasan, hal ini belum cukup mengubah persepsi publik terkait masalah mendasar yang masih dihadapi kementerian,” pungkas Romadhon.