Kegagalan Total Erick Thohir dan Nicke Widyawati: Monopoli Avtur Harus Segera Diakhiri
Oleh Via Swara – Forum Perempuan Independen
Monopoli Pertamina dalam distribusi avtur selama bertahun-tahun telah menimbulkan dampak buruk bagi masyarakat dan industri penerbangan di Indonesia. Harga avtur yang lebih tinggi dibandingkan negara-negara tetangga mengakibatkan harga tiket pesawat domestik melonjak drastis, memberatkan konsumen dan menurunkan daya saing maskapai nasional. Di tengah situasi ini, Menteri BUMN Erick Thohir dan Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati telah menunjukkan ketidakmampuan mereka untuk membawa perubahan. Jika monopoli ini terus berlanjut tanpa ada upaya reformasi, maka jalan terbaik bagi keduanya adalah mengundurkan diri secara terhormat.
Temuan KPPU: Monopoli Pertamina Harus Segera Diakhiri
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) baru-baru ini mengungkapkan bahwa monopoli Pertamina dalam distribusi avtur telah menciptakan ketidakadilan pasar yang serius. Pertamina Patra Niaga, anak usaha Pertamina, adalah satu-satunya pemasok avtur di Indonesia, mendominasi hampir 100% pasar. Situasi ini tidak hanya membatasi kompetisi, tetapi juga berdampak langsung pada harga avtur yang jauh lebih tinggi dibandingkan negara-negara tetangga. Di Singapura dan Malaysia, harga avtur per liter berkisar antara USD 0,50 hingga USD 0,60, sedangkan di Indonesia harganya mencapai USD 0,75 hingga USD 0,85 per liter.
Selisih yang signifikan ini memaksa maskapai penerbangan domestik untuk membebankan biaya tambahan kepada konsumen. Harga avtur menyumbang sekitar 40% dari biaya operasional maskapai, dan akibat dari monopoli ini, konsumen di Indonesia harus membayar harga tiket pesawat yang jauh lebih mahal. Kondisi ini, menurut KPPU, jelas-jelas menunjukkan bahwa monopoli Pertamina telah merugikan publik dan menciptakan pasar yang tidak sehat.
Erick Thohir: Kepemimpinan yang Lamban dan Mempertahankan Status Quo
Sebagai Menteri BUMN, Erick Thohir seharusnya bertindak cepat untuk mengatasi masalah ini dengan berkoordinasi bersama kementerian terkait. Sayangnya, kepemimpinan Erick justru memperlihatkan kelambanan dalam membawa perubahan yang diperlukan. Menteri Perhubungan, Budi Karya Sumadi, telah menyampaikan permasalahan ini ke Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan, sebagai langkah untuk menurunkan harga tiket pesawat. Salah satu solusi yang diusulkan oleh Budi Karya adalah membuka pasar avtur dan memperbanyak penyedia avtur, sehingga tidak hanya didominasi oleh Pertamina.
Namun, meskipun Budi Karya dan Luhut Binsar Pandjaitan sudah menyadari urgensi untuk membuka pasar avtur bagi kompetisi swasta, Erick Thohir terkesan lamban dan tidak mengambil tindakan tegas. Hingga saat ini, tidak ada kebijakan konkret yang dikeluarkan oleh Menteri BUMN untuk menindaklanjuti usulan ini. Padahal, negara lain sudah menerapkan sistem di mana lebih dari satu penyedia avtur beroperasi, menciptakan persaingan sehat yang pada akhirnya menurunkan harga bahan bakar pesawat dan menguntungkan konsumen.
Budi Karya dan Luhut: Mendorong Reformasi, Namun Tertahan
Menteri Perhubungan, Budi Karya Sumadi, secara tegas menyatakan bahwa tata niaga avtur di Indonesia membutuhkan perubahan besar. Ia menekankan perlunya lebih dari satu pemain penyedia avtur, sebagaimana yang sudah diterapkan di banyak negara lain. Budi Karya bahkan telah melaporkan permasalahan ini langsung kepada Luhut Binsar Pandjaitan, yang mendukung penuh gagasan untuk membuka pasar avtur bagi swasta.
Namun, meskipun Budi Karya dan Luhut sudah mendesak adanya perubahan, Erick Thohir tampak tidak berkoordinasi dengan baik dengan kementerian lain, terutama dengan Luhut yang menjabat sebagai koordinator sektor energi dan investasi. Ketidakmampuan Erick untuk berkolaborasi dengan kementerian lain dan lambannya proses reformasi ini memperlihatkan kelemahan dalam kepemimpinan di Kementerian BUMN.
Nicke Widyawati: Gagal Memimpin Pertamina Secara Efisien
Sebagai Direktur Utama Pertamina, Nicke Widyawati memiliki tanggung jawab besar untuk memastikan bahwa Pertamina menjalankan bisnisnya dengan efisien dan kompetitif. Sayangnya, monopoli Pertamina dalam distribusi avtur membuktikan sebaliknya. Harga avtur yang tidak kompetitif menunjukkan inefisiensi internal Pertamina dalam mengelola sektor ini. Nicke Widyawati telah gagal mengambil langkah-langkah untuk menciptakan pasar yang lebih adil dan menurunkan harga avtur.
Lebih parah lagi, dukungan dari Serikat Pekerja Pertamina terhadap direksi kerap berubah-ubah, tergantung pada situasi politik dan tekanan dari pihak manajemen. Pada saat tertentu, serikat pekerja memberikan kritik terhadap kebijakan manajemen, namun di lain waktu mereka kembali mendukung direksi. Ketidakstabilan dukungan ini menambah kekacauan dalam tubuh Pertamina, yang seharusnya fokus pada peningkatan efisiensi dan pelayanan publik.
BPH Migas: Melindungi Monopoli Avtur
Salah satu faktor yang memperkuat monopoli ini adalah kebijakan dari Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas), yang dinilai Budi Karya sebagai protektif terhadap Pertamina. BPH Migas seharusnya mendorong persaingan sehat dalam distribusi bahan bakar avtur, namun kenyataannya, kebijakan mereka lebih condong melindungi posisi Pertamina sebagai satu-satunya pemasok. Dengan demikian, langkah-langkah untuk memperbanyak pemain penyedia avtur belum bisa terwujud.
BPH Migas harus segera mengevaluasi kebijakan mereka dan mendukung pembukaan pasar avtur untuk pemain swasta. Proteksi berlebih terhadap Pertamina hanya akan memperburuk keadaan, dan publik akan terus menjadi korban monopoli yang tidak efisien ini.
Reformasi atau Mundur
Monopoli Pertamina dalam distribusi avtur telah terbukti merugikan industri penerbangan dan masyarakat luas. Erick Thohir sebagai Menteri BUMN dan Nicke Widyawati sebagai Direktur Utama Pertamina telah gagal membawa perubahan yang diperlukan untuk menciptakan pasar yang lebih kompetitif dan adil. Jika mereka tidak mampu membuka pasar avtur bagi pemain swasta dan menurunkan harga bahan bakar, maka sudah waktunya mereka mundur dari jabatan mereka.
Luhut Binsar Pandjaitan dan Budi Karya Sumadi telah menyampaikan pentingnya perubahan, namun reformasi ini tidak akan terwujud tanpa langkah tegas dari Erick Thohir. Publik tidak bisa lagi terus dibebani oleh monopoli BUMN yang hanya menguntungkan segelintir elit, sementara masyarakat menanggung biaya yang tidak perlu.
Jika reformasi tidak segera dilaksanakan, maka Erick Thohir dan Nicke Widyawati harus mengundurkan diri untuk memberi ruang bagi pemimpin yang lebih kompeten dan siap memprioritaskan kepentingan publik.