Jakarta – Baru tiga hari sejak pemerintah melarang pengecer menjual LPG 3 kg, Presiden Prabowo Subianto akhirnya turun tangan mengoreksi kebijakan tersebut. Presiden memerintahkan Menteri ESDM Bahlil Lahadalia untuk kembali mengizinkan pengecer menjual LPG 3 kg sambil menertibkan mereka menjadi agen sub-pangkalan secara bertahap.
Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad menyampaikan bahwa keputusan ini diambil setelah DPR dan pemerintah berkoordinasi mendengar aspirasi publik.
“Presiden Prabowo telah menginstruksikan kepada Menteri ESDM untuk mengaktifkan kembali pengecer berjualan Gas LPG 3 Kg sambil menertibkan pengecer jadi agen sub-pangkalan secara parsial,” ujar Dasco kepada wartawan, Selasa (4/2).
Keputusan ini menunjukkan bahwa Presiden Prabowo memahami dampak buruk kebijakan yang tidak terencana dengan baik. Namun, perubahan kebijakan dalam hitungan hari juga menandakan lemahnya koordinasi dalam kabinet, terutama antara Kementerian ESDM dan Pertamina.
Jika kebijakan ini membawa dampak serius bagi masyarakat, mengapa tidak ada laporan dan analisis yang matang sejak awal?
Koordinasi Kabinet Lemah, Prabowo Harus Evaluasi Menteri
Perubahan kebijakan yang begitu cepat menunjukkan adanya masalah mendasar dalam koordinasi antarpejabat pemerintah. Jika sejak awal Menteri ESDM Bahlil Lahadalia dan Direktur Utama Pertamina Simon Mantiri melakukan kajian yang komprehensif, polemik ini bisa dihindari.
Ketua Indonesia Pantau Kebijakan, Rais Daniel, menilai bahwa perubahan mendadak ini membuktikan lemahnya perencanaan kebijakan di level kabinet.
“Kalau sejak awal sudah dikaji dengan baik, seharusnya tidak ada perubahan kebijakan dalam hitungan hari. Ini berbahaya bagi kredibilitas pemerintah,” ujar Rais dalam keterangan pers, Selasa (4/2).
Menurutnya, ketidaksepahaman antara Kementerian ESDM dan Pertamina bisa berdampak buruk bagi kepercayaan publik terhadap pemerintahan Prabowo.
“Jika Presiden harus turun tangan untuk mengoreksi kebijakan ini, artinya ada yang tidak beres di level menteri. Jika terus dibiarkan, ini bisa merusak citra pemerintahan,” tegasnya.
Evaluasi Kabinet: Apakah Menteri ESDM dan Dirut Pertamina Masih Layak?
Perubahan kebijakan ini menegaskan perlunya evaluasi serius terhadap para pejabat yang menangani kebijakan strategis. Jika Kementerian ESDM dan Pertamina tidak mampu mengantisipasi dampak dari keputusan yang mereka buat, apakah mereka masih layak menduduki jabatan tersebut?
Indonesia Pantau Kebijakan mendesak Presiden Prabowo untuk mempertimbangkan evaluasi kabinet guna memastikan bahwa kebijakan yang dikeluarkan benar-benar berpihak kepada rakyat dan tidak menimbulkan kegaduhan di masyarakat.
“Prabowo harus memastikan para menterinya bekerja dengan perencanaan matang. Kalau pola ini terus berlanjut, rakyat akan semakin kehilangan kepercayaan,” ujar Rais.
Jika evaluasi tidak segera dilakukan, bukan hanya Kementerian ESDM yang perlu dikritisi, tetapi juga seluruh tim ekonomi dan energi yang gagal memberikan masukan yang akurat kepada presiden.
Jangan Sampai Kebijakan Jadi Uji Coba di Rakyat
Kebijakan energi tidak bisa diubah setiap saat seperti eksperimen. Jika setiap keputusan hanya dibuat dan dikoreksi setelah ada protes publik, ini menunjukkan bahwa pemerintah tidak memiliki strategi jangka panjang yang solid.
Presiden Prabowo telah mengambil langkah yang tepat dengan mengoreksi kebijakan ini. Namun, langkah berikutnya adalah memastikan bahwa para menteri bekerja lebih profesional dan tidak menjadikan rakyat sebagai korban keputusan yang berubah-ubah.
Jika pola ini terus terjadi, bukan tidak mungkin rakyat akan mulai mempertanyakan apakah para pejabat di kabinet benar-benar layak menduduki posisi mereka.