Kendari – Jaringan Komunikasi Mahasiswa Sulawesi Tenggara (JKMS) kembali menyoroti dugaan pemalsuan ijazah salah satu Anggota DPRD Kabupaten Konawe dari Daerah Pemilihan (Dapil) IV, berinisial HMW, yang berasal dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).
Ketua JKMS, Irjal Ridwan, mengatakan dugaan tersebut muncul karena ditemukan sejumlah ketidaksesuaian dokumen identitas yang digunakan HMW saat mencalonkan diri pada Pemilihan Legislatif (Pileg) 2024.
Menurutnya, ijazah yang digunakan atas nama “Perti” tidak sinkron dengan dokumen resmi lainnya, mulai dari kartu keluarga (KK) hingga akta kelahiran.
“Ada perbedaan nama di dalam ijazah, kartu keluarga, dan akta kelahiran. Ini janggal. Dugaan kami kuat ada indikasi pemalsuan identitas dan dokumen saat pendaftaran Pileg 2024,” ujar Irjal dalam pernyataan resmi yang diterima, Rabu (3/9/2025).
Selain itu, Irjal juga menyinggung adanya kejanggalan dalam putusan pengadilan terkait perubahan nama HMW. Ia menyebut, dalam dokumen putusan Pengadilan Negeri Konawe justru termuat frasa “Pengadilan Agama Unaaha”, yang menurutnya menunjukkan adanya kekeliruan administratif.
“Perubahan nama itu seharusnya diajukan ke Pengadilan Negeri karena menyangkut perkara perdata umum untuk kepentingan administrasi kependudukan. Bukan ke Pengadilan Agama yang hanya mengatur soal perkawinan dan perkara agama lainnya,” jelasnya.
Atas temuan ini, JKMS mendesak Polda Sultra segera mengambil alih kasus tersebut karena dinilai merugikan negara sekaligus mencederai kepercayaan publik terhadap proses demokrasi.
“Dalam waktu dekat kami akan melaporkan secara resmi dengan menyertakan bukti autentik. Dugaan pemalsuan dokumen ini jelas merupakan tindak pidana dan kejahatan melawan hukum,” tegas Irjal.
Dugaan tindak pidana yang disoroti JKMS merujuk pada:
1. Pasal 263 KUHP: Barang siapa membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat menimbulkan hak, kewajiban, atau pembebasan hutang dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai surat tersebut seolah-olah isinya benar dan tidak dipalsu, dapat dipidana penjara hingga 6 tahun.
2. Pasal 266 KUHP: Setiap orang yang dengan sengaja menyuruh memasukkan keterangan palsu ke dalam akta otentik tentang suatu hal yang kebenarannya harus dinyatakan oleh akta tersebut, dapat dipidana penjara hingga 7 tahun.
3. UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada serta UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, yang mengatur keabsahan dokumen persyaratan calon legislatif.
JKMS menegaskan, proses hukum terhadap dugaan pemalsuan dokumen ini penting untuk menjaga integritas DPRD Konawe dan memastikan agar praktik politik tidak dicederai oleh tindakan curang.