Konawe Selatan || Aktivitas pertambangan PT Cahaya Sultra Indonesia (CSI) di Desa Langgapulu, Kecamatan Kolono Timur, Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara, menuai kritik keras dari Jaringan Advokasi Tambang Indonesia (JATI) Wilayah Sultra. Perusahaan yang bergerak di sektor galian C itu disebut beroperasi secara ilegal sejak 2024 tanpa mengantongi izin resmi.
Direktur Eksekutif JATI Sultra, Enggi Indra Syahputra, mengungkapkan hasil investigasi lembaganya menemukan berbagai pelanggaran serius yang dilakukan PT CSI. Mulai dari perizinan yang tak lengkap, dugaan perusakan hutan mangrove, hingga reklamasi bibir pantai tanpa izin.
“Sejak 2024 aktivitas PT CSI sudah berjalan. Kami menduga sejak awal perusahaan ini bermasalah dengan segala bentuk perizinannya. Mulai dari Amdal hingga izin lingkungan, semua tidak jelas keberadaannya,” ujar Enggi, Senin, 22 September 2025.
Menurut Enggi, dampak lingkungan dari aktivitas tambang tersebut sangat serius. Selain beroperasi tanpa izin, PT CSI diduga membabat hutan mangrove di pesisir Kolono untuk memperlancar kegiatan produksinya.
“Membabat habis hutan mangrove demi tambang galian C jelas merupakan kejahatan luar biasa, atau extra ordinary crime,” tegasnya.
Tak hanya itu, JATI juga menemukan indikasi bahwa PT CSI melakukan penimbunan laut atau reklamasi di kawasan pesisir Kolono. Aktivitas itu, kata Enggi, dilakukan tanpa izin resmi dan berpotensi merusak ekosistem laut setempat.
“Pertama, PT CSI beroperasi tanpa izin alias ilegal. Kedua, merusak hutan mangrove. Ketiga, melakukan reklamasi laut tanpa izin. Dari tiga poin ini, jelas bahwa PT CSI melakukan perbuatan melawan hukum sekaligus merusak lingkungan,” kata Enggi.
Meski sederet dugaan pelanggaran hukum itu berlangsung sejak 2024, JATI menilai aparat penegak hukum di daerah justru abai. Polda Sulawesi Tenggara disebut seolah menutup mata terhadap aktivitas tambang ilegal tersebut.
“Kegiatan ini sudah berjalan lebih dari setahun, tapi anehnya tidak pernah tersentuh hukum. Karena itu, kami akan membawa kasus ini ke Mabes Polri dengan bukti informasi dan dokumentasi yang telah kami kumpulkan,” ujar Enggi.
JATI memastikan laporan resmi ke Mabes Polri akan disampaikan pekan depan. Mereka berharap kasus ini menjadi atensi aparat penegak hukum pusat, mengingat kerusakan lingkungan di Kolono sudah kian meluas.