Jakarta, detikj,- Polri baru-baru ini menggelar operasi besar-besaran yang berhasil mengungkap lebih dari 3.000 kasus premanisme di berbagai wilayah Indonesia. Operasi ini menjadi sorotan karena menunjukkan keseriusan aparat dalam menegakkan ketertiban dan menciptakan rasa aman di ruang publik yang selama ini kerap terganggu oleh aksi preman. Namun, di balik angka-angka tersebut tersimpan persoalan sosial yang lebih dalam dan kompleks yang perlu direnungkan secara bersama.
Fenomena premanisme, menurut Romadhon Jasn, Ketua Jaringan Aktivis Nusantara (JAN), bukan sekadar persoalan kriminal biasa. Ia melihatnya sebagai bayangan gelap yang selama ini menyelinap di antara kerlip kehidupan kota, yang mencerminkan ketimpangan sosial dan ketidakadilan yang belum terselesaikan.
“Penindakan ini membuka ruang bagi kita untuk merenungi kembali makna keadilan sosial dan bagaimana negara hadir sebagai penjaga harmoni,” kata Romadhon, Sabtu (10/5/2025)
Romadhon Jasn menilai bahwa keberhasilan Polri dalam operasi ini bukan hanya soal angka penangkapan, tetapi momentum untuk membangun kesadaran kolektif. Menurutnya, penegakan hukum harus diimbangi dengan pendekatan humanis yang menyentuh akar permasalahan sosial, agar tidak hanya menekan gejala, tetapi juga menata ulang relasi sosial yang selama ini mungkin terabaikan.
Dalam konteks ini, Ketua JAN mengajak masyarakat dan aparat untuk bersinergi dalam menjaga ketertiban. “Keamanan bukan hanya tanggung jawab polisi, melainkan kewajiban bersama seluruh elemen bangsa,” tegas Romadhon. Ia menekankan pentingnya partisipasi aktif masyarakat dalam menciptakan ruang publik yang aman dan berkeadaban.
Selain itu, Romadhon mengingatkan bahwa premanisme adalah cermin dari ketimpangan yang harus diselesaikan secara sistemik. “Tindakan represif memang perlu, tapi kita juga harus membangun ruang inklusif yang memberi kesempatan dan harapan bagi semua,” katanya. Pendekatan transformatif ini menjadi kunci agar keadilan sosial benar-benar terwujud.
Ketua JAN juga menilai bahwa operasi Polri ini harus menjadi titik awal, bukan akhir. Ia mengajak semua pihak untuk terus menjaga momentum ini dengan semangat kolektif dan kesadaran kritis. “Kita harus bersama-sama menata masa depan yang bebas dari bayang-bayang premanisme, dengan semangat kebersamaan dan keadilan sejati,” ujar Romadhon.
Fenomena premanisme, dalam pandangan Ketua JAN, adalah panggilan bagi bangsa untuk memperkuat solidaritas dan membangun harmoni sosial. Ia mengajak masyarakat untuk tidak hanya melihat penindakan sebagai tindakan hukum, tetapi sebagai kesempatan untuk refleksi dan perubahan sosial yang lebih mendalam.
Romadhon menegaskan bahwa keberhasilan Polri ini harus diikuti dengan penguatan kepercayaan publik terhadap institusi negara. “Ketika rakyat percaya pada negara, maka keamanan dan ketertiban akan terjaga secara alami,” katanya. Oleh karena itu, sinergi antara aparat dan masyarakat menjadi fondasi utama.
Akhirnya, Ketua Jaringan Aktivis Nusantara berharap agar langkah Polri ini menjadi momentum berkelanjutan dalam membangun Indonesia yang damai dan berkeadilan. “Mari kita rajut kembali harmoni sosial demi masa depan yang lebih cerah, tanpa bayang-bayang premanisme,” tutup Romadhon.