Jakarta, detikj – Jaringan Masyarakat Madura Jakarta (JAMMA), di bawah kepemimpinan Edi Homaidi, menyatakan dukungan terbuka terhadap sejumlah kebijakan Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung. Mulai dari reformasi transportasi publik hingga pendekatan kultural untuk menanggulangi tawuran, JAMMA menyebut langkah-langkah ini sebagai bukti keberpihakan pada rakyat kecil.
Program transportasi gratis bagi 15 kelompok masyarakat, termasuk pekerja informal dan pelajar, dinilai JAMMA sebagai terobosan progresif. Kebijakan yang kini melibatkan MRT dan LRT itu sangat membantu komunitas Madura di kawasan padat seperti Cakung dan Tanjung Priok, yang selama ini mengandalkan angkutan umum sebagai sarana mobilitas harian.
Instruksi Gubernur Nomor 6 Tahun 2024, yang mewajibkan ASN naik transportasi publik setiap Rabu, turut menuai pujian. Edi Homaidi menyebut kebijakan ini sebagai cara efektif mengurangi kemacetan dan membentuk budaya baru di kalangan birokrat. JAMMA bahkan turun tangan dalam sosialisasi manfaat Transjakarta, khususnya saat Hari Angkutan Nasional, 24 April lalu.
Sorotan lain tertuju pada “Manggarai Bersholawat”—program lintas-kultural yang mengajak kelompok remaja bertikai berdamai melalui forum shalawatan. JAMMA menyambut pendekatan ini sebagai inovasi sosial yang akrab dengan budaya Madura. Namun, Edi mengingatkan agar Pemprov tidak berhenti pada seremoni. Solusi ekonomi tetap krusial untuk mengurai akar tawuran.
Pendanaan transportasi gratis yang bersumber dari dana tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) juga mendapat apresiasi. JAMMA menilai inisiatif ini cerdas karena tidak membebani APBD, sekaligus memperluas akses warga terhadap layanan publik. “Yang dibutuhkan tinggal penguatan sosialisasi, agar program ini menjangkau lebih banyak warga,” terang Edi, Rabu (14/5)
Inovasi digital pun tak luput dari perhatian. Kewajiban ASN mengunggah swafoto saat menggunakan transportasi umum dianggap JAMMA sebagai langkah edukatif yang membangun budaya transparansi. “Ini bukan sekadar simbolik,” tegas Edi, “tapi strategi komunikasi publik yang efektif, termasuk bagi komunitas Madura yang mulai melek digital.”
Namun JAMMA tidak sekadar menyanjung. Mereka mengajukan sejumlah catatan perbaikan, terutama pada program “Manggarai Bersholawat”. Menurut Edi, pelatihan vokasi dan fasilitas publik seperti lapangan olahraga harus menjadi bagian integral dari solusi. “Ruang ekspresi yang positif jauh lebih tahan lama dibanding pendekatan simbolik semata,” ujarnya.
Kebijakan transportasi yang mengandalkan CSR, serta layanan gratis tiap Rabu untuk ASN, menurut JAMMA menunjukkan efisiensi anggaran. Tapi Edi berharap kebijakan ini diperluas, minimal ke satu hari tambahan tiap pekan. Ia juga mendesak konektivitas ditingkatkan, terutama ke wilayah penyangga seperti Bekasi dan Bogor yang menjadi kantong warga Madura.
JAMMA menyadari pentingnya dukungan sipil terhadap kebijakan publik. Oleh karena itu, mereka berkomitmen menjadi jembatan antara Pemprov dan warga, sembari memastikan aspirasi komunitas Madura tidak tersisih. “Kami akan terus mengawal, bukan hanya mendukung,” ujar Edi.
Dengan dukungan aktif dari JAMMA, kebijakan Gubernur Pramono Anung mendapatkan legitimasi dari kelompok akar rumput. Dari jalur transportasi hingga jalan damai Manggarai, masyarakat sipil mulai memainkan peran strategis dalam menata wajah baru Jakarta: lebih tertib, lebih manusiawi.