Jakarta, detikdjakarta.com || Aksi protes terhadap dugaan skandal pertambangan kembali menggema di halaman Kejaksaan Agung Republik Indonesia, Kamis, 7 Agustus 2025. Puluhan massa dari Himpunan Pemuda 21 Nusantara (Hp21Nusantara) menuntut aparat penegak hukum segera mengusut dugaan keterlibatan keluarga Gubernur Sulawesi Tenggara dalam bisnis tambang ilegal di Pulau Kabaena, Kabupaten Bombana.
Aksi tersebut merupakan lanjutan dari laporan resmi yang sebelumnya telah disampaikan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kejaksaan Agung. Dalam dokumen yang dilampirkan, organisasi ini menyoroti dugaan perambahan kawasan hutan lindung seluas lebih dari 214 hektare oleh perusahaan tambang PT Tonia Mitra Sejahtera (TMS) yang disebut-sebut dimiliki oleh lingkaran keluarga Gubernur Sultra, Andi Sumangerukka.
“Ini bukan sekadar eksploitasi lingkungan. Ini adalah kejahatan struktural yang melibatkan kekuasaan politik dan ekonomi dalam satu jejaring gelap,” ujar Ketua Umum Hp21Nusantara, Arnol Ibnu Rasyid, dalam orasinya.
Menurut Arnol, hasil investigasi internal Hp21Nusantara mengungkap dugaan manipulasi struktur kepemilikan saham PT TMS. Di atas kertas, PT TMS semestinya dimiliki oleh pemegang saham resmi. Namun, terdapat indikasi peralihan saham secara ilegal kepada dua entitas baru: PT Bintang Delapan Tujuan Abadi dan sejumlah perusahaan cangkang lainnya.
“Dalam struktur perusahaan baru, muncul nama-nama berinisial AN dan ANH yang kami yakini merujuk pada anak dan istri Gubernur Sultra. Mereka diduga menjadi pemegang saham mayoritas secara ilegal,” ungkap Arnol.
Ia menambahkan bahwa kepemilikan ilegal tersebut diduga dilakukan dengan modus pemalsuan dokumen dan akta notaris, yang kemudian digunakan untuk menguasai wilayah konsesi tambang secara de facto.
“Kami tidak bicara asumsi, kami bicara data. Semua bukti sudah kami lampirkan ke Kejagung dan KPK,” tegas Arnol.
Tak hanya itu, Hp21Nusantara juga menuding adanya dukungan dari elit politik nasional dalam praktik pertambangan ilegal ini. Arnol menyebut nama Gubernur Sultra sendiri, yang juga menjabat sebagai Dewan Pembina DPD Partai Gerindra Sulawesi Tenggara, sebagai tokoh kunci dalam skema ini.
Bahkan, ia menyebut nama Wakil Ketua DPR RI sekaligus Ketua Harian DPP Partai Gerindra, Sufmi Dasco Ahmad, sebagai pihak yang patut diduga mengetahui dan membekingi aktivitas PT TMS di Pulau Kabaena.
“Kami tak asal tuduh. Jika Kejaksaan Agung serius, mereka pasti bisa membuka semuanya. Ini skema yang melibatkan kuasa negara,” katanya.
Hp21Nusantara juga menyoroti potensi kerugian negara akibat aktivitas tambang ilegal ini. Selain menimbulkan kerusakan ekologis di kawasan hutan lindung, peralihan saham ilegal tersebut juga berdampak pada hak dan tanggung jawab entitas pemilik sah PT TMS yang mestinya membayar Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).
“Yang sah dipaksa keluar. Padahal pihak yang sah justru bertanggung jawab membayar kewajiban kepada negara. Dengan pengambilalihan ilegal ini, potensi kerugian negara sangat besar,” tutur Arnol.
Dalam pernyataan akhirnya, Arnol meminta Jaksa Agung ST. Burhanuddin untuk segera turun tangan. “Kami mendesak Jaksa Agung agar tidak tunduk pada tekanan politik. Ini saatnya membuktikan bahwa hukum tidak tumpul ke atas,” ujarnya lantang.
Aksi demonstrasi ini ditutup dengan ancaman akan menggalang konsolidasi nasional jika Kejagung tak kunjung menindaklanjuti laporan tersebut.
“Jika dalam waktu dekat tidak ada langkah hukum, kami akan serukan aksi lanjutan di seluruh daerah,” pungkas Arnol.