Jakarta, detikj – Wacana pemakzulan yang diusulkan Forum Purnawirawan TNI pada April 2025 memicu ketegangan publik. Gagas Nusantara menegaskan bahwa usulan pemberhentian pejabat negara harus mematuhi Pasal 7A dan 7B UUD 1945, yang mensyaratkan pelanggaran hukum seperti pengkhianatan, korupsi, atau perbuatan tercela melalui prosedur DPR, MK, dan MPR. Mekanisme ini menjamin proses yang adil dan tidak memecah belah, ujar Direktur Gagas Nusantara Romadhon Jasn.
Pihak pengusul mempersoalkan Putusan MK 90/2023, yang mengubah syarat usia calon wakil presiden, sebagai cacat hukum karena pelanggaran etika mantan Ketua MK. Namun, putusan ini tetap sah secara hukum hingga dibatalkan melalui jalur resmi. Tuduhan bahwa pencalonan melanggar konstitusi belum didukung bukti yang memenuhi Pasal 7A.
Pemakzulan mensyaratkan dukungan 2/3 anggota DPR dan putusan MK, sebuah proses yang sulit tercapai mengingat mayoritas DPR mendukung pemerintahan. Pihak pengusul diminta menempuh jalur hukum seperti gugatan PTUN, bukan tekanan politik yang berisiko mengganggu stabilitas. Langkah ini lebih konstruktif bagi demokrasi, kata Direktur Gagas Nusantara Romadhon Jasn, Selasa (13/5)
Narasi bahwa wacana ini hanya ulah “orang kurang kerjaan” tidak tepat. Aspirasi purnawirawan mencerminkan kekhawatiran atas integritas demokrasi, tetapi menuntut MPR tanpa melalui DPR menyalahi prosedur. Gagas Nusantara menyerukan pendekatan yang sesuai konstitusi untuk meredam polarisasi.
Presiden Prabowo telah mengundang purnawirawan untuk berdialog pada April 2025, sebuah langkah bijak untuk mendengar aspirasi tanpa melanggar hukum. Romadhon memuji sikap pemerintah yang terbuka, yang menunjukkan komitmen menjaga persatuan bangsa. “Dialog ini harus diperluas ke semua pihak,” terangnya
Pilpres 2024, yang dimenangkan dengan 58,6% suara, telah memberikan legitimasi rakyat kepada pemerintahan. Hingga Mei 2025, tidak ada bukti pelanggaran seperti korupsi atau pengkhianatan yang dapat membenarkan pemakzulan. Wacana tanpa dasar hukum hanya memperburuk ketegangan sosial.
Masyarakat memiliki peran menjaga stabilitas. Mengawal isu ini melalui saluran resmi, seperti media, dan menghindari provokasi adalah langkah bijak. Romadhon mengajak warga berpartisipasi dalam diskusi demokrasi untuk memperkuat tata kelola. Persatuan adalah kunci.
Tuduhan “pecah belah” atau “kekuatan asing” tidak didukung fakta dan cenderung memicu polarisasi. Gagas Nusantara mendorong semua pihak fokus pada dialog hukum, bukan narasi yang memecah belah. MK perlu menjelaskan integritas putusannya untuk memulihkan kepercayaan publik.
Pihak pengusul harus menghormati UUD 1945. Tuntutan yang menabrak prosedur hanya memicu ketegangan. “Masyarakat cenderung mendukung pemerintah memperluas dialog untuk menyelesaikan konflik. Reformasi pemilu diperlukan untuk mencegah kontroversi serupa,” tegas Romadhon Jasn.
Indonesia membutuhkan demokrasi yang matang. Penegakan konstitusi sebagai fondasi persatuan. Mari tolak wacana pemakzulan di luar hukum dan wujudkan Indonesia yang adil serta berdaulat melalui dialog dan transparansi, tanpa memecah belah rakyat.