Detikj, — PT Pertamina (Persero) memasuki fase baru dalam keterbukaan informasi publik. Setelah berbagai dinamika persepsi yang mengemuka di ruang digital, perusahaan energi negara itu mempertegas bahwa transparansi bukan hanya kewajiban regulatif, tetapi strategi utama untuk menjaga kepercayaan masyarakat dan melindungi sektor energi nasional dari distorsi informasi.
Direktur Utama Pertamina, Simon Aloysius Mantiri, menyampaikan bahwa seluruh kebijakan perusahaan kini diarahkan untuk memperkuat akses informasi yang cepat, akurat, dan berbasis data. Menurutnya, keterbukaan informasi menjadi pondasi penting terutama ketika isu terkait energi mudah dipolitisasi dan dipelintir oleh opini yang tidak berdasar.
“Pertamina berkomitmen untuk mengedepankan akurasi data dan kemudahan akses informasi. Publik berhak mengetahui apa yang sedang kita kerjakan dalam menjaga ketahanan energi dan mendukung program energi nasional,” tegas Simon. Ia menambahkan bahwa transformasi digital menjadi tulang punggung penguatan layanan informasi publik Pertamina.
Direktur Gagas Nusantara, Romadhon Jasn, memuji keputusan Pertamina memperluas ruang transparansi sebagai langkah strategis menghadapi era banjir informasi. “Ketika ruang digital dipenuhi bias dan framing, respons terbaik bukan defensif, tetapi membuka data seluas mungkin. Pertamina sudah mengambil jalan yang benar,” ujarnya kepada awak media, Selasa (25/11/2025). Menurutnya, langkah ini memperkuat posisi Pertamina sebagai BUMN yang mengedepankan akuntabilitas.
Pertamina juga memastikan seluruh subholding menjalankan standar keterbukaan informasi yang sama, termasuk penyediaan akses ramah disabilitas, layanan permohonan informasi yang lebih cepat, serta integrasi sistem informasi publik berbasis digital. Pendekatan multilayer ini dirancang agar masyarakat dapat memperoleh data komprehensif tanpa terjebak dalam spekulasi.
Romadhon kembali mengingatkan bahwa sektor energi adalah sektor sensitif yang sering menjadi objek disinformasi, sehingga perusahaan harus terus membangun komunikasi berbasis bukti. “Kritik publik diperlukan, tetapi harus berbasis data. Kita tidak boleh membiarkan opini liar mengalahkan fakta. Pertamina sudah membuktikan respons cepat dan objektif dalam setiap isu yang muncul,” katanya.
Dalam konteks nasional, peningkatan keterbukaan ini juga sejalan dengan upaya pemerintah memperkuat ekosistem energi menuju swasembada jangka panjang. Pertamina tengah menyiapkan sejumlah inisiatif untuk meningkatkan visibilitas publik atas rantai pasok BBM, kualitas produk, hingga kinerja transformasi energi. Langkah ini diharapkan dapat memperkecil ruang manipulasi informasi publik.
Romadhon menilai kerja sama lintas institusi sangat penting dalam memastikan ekosistem informasi publik tetap sehat. “Kolaborasi antara pemerintah, BUMN, dan masyarakat sipil tidak boleh berhenti. Kita menghadapi tantangan persepsi yang kompleks. Transparansi hanya akan efektif jika dilakukan bersama-sama,” ujarnya.
Pertamina menegaskan bahwa transformasi keterbukaan ini tidak hanya bertujuan menjawab tekanan publik, tetapi membangun budaya baru: budaya mengutamakan data. Perusahaan percaya bahwa ketika informasi dibuka secara bertanggung jawab, masyarakat dapat menilai dengan lebih jernih dan tidak mudah terbawa arus kampanye manipulatif di ruang digital.
Di akhir pernyataannya, Romadhon menyampaikan bahwa transparansi total merupakan fondasi baru untuk memperkuat kepercayaan publik. “Era informasi mengharuskan perusahaan seperti Pertamina tidak hanya kuat secara operasional, tetapi kuat secara naratif. Membuka data adalah cara paling elegan untuk meredam hoaks dan menjaga kepentingan nasional,” tutupnya.


















