Jakarta, 11 Desember 2025 — Jaringan Aktivis Mahasiswa Hukum (JAMH) Sultra–Jakarta menyatakan kekecewaan mendalam atas keputusan Danlanal Kendari yang diduga melepaskan dua kapal tongkang bermuatan ore nikel milik PT Dwimitra Multiguna Sejahtera (PT DMS). Padahal muatan tersebut berasal dari jetty yang telah disegel oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) akibat pelanggaran pemanfaatan ruang laut.
Ketua Umum JAMH, Muhammad Rahim, menegaskan bahwa PT DMS bukan perusahaan tanpa catatan. Selain tidak mengantongi dokumen TWAL, jetty perusahaan di Kecamatan Lasolo, Konawe Utara, telah disegel karena ditemukan aktivitas reklamasi dan penimbunan pantai seluas sekitar 5,8 hektare tanpa izin PKKPRL.
JAMH juga menyoroti dugaan aktivitas yang berdampak besar terhadap lingkungan. PT DMS diduga melakukan pencemaran lingkungan secara masif, termasuk aktivitas yang menyebabkan kerusakan pada kawasan mangrove di sekitar area operasional. Selain itu, terdapat dugaan bahwa perusahaan belum menunaikan kewajiban pajak kepada negara, sehingga berpotensi menimbulkan kerugian fiskal.
Dengan berbagai temuan tersebut, semestinya penindakan dilakukan secara tegas dan terukur, bukan diberikan kelonggaran.
Kronologi Penindakan
Pada 25 November 2025, KRI Bung Hatta (BHT-370) mengamankan dua kapal tongkang pengangkut ore nikel di perairan Mandiodo. Keduanya diduga bertolak dari jetty PT DMS yang sedang berstatus disegel.
Kapal pertama: TB Prima Mulia 06 dengan tongkang TK Prima Sejati 308, membawa 10 ABK dan muatan ore nikel milik PT DMS.
Kapal kedua: TB Nusantara 3303 dengan tongkang TK Graham 3303, juga dengan 10 ABK dan muatan yang sama menuju kawasan industri Morowali.
Pemeriksaan awal menemukan dugaan pelanggaran yang cukup serius, antara lain:
• dokumen kapal tidak lengkap,
• perpindahan posisi tanpa SPOG,
• aktivitas olah gerak tanpa nakhoda,
• serta dugaan keberangkatan dari jetty yang telah disegel sehingga keberangkatan dianggap tidak sah.
Keputusan Pelepasan Dinilai Tidak Tepat
Keputusan Danlanal Kendari melepaskan kedua kapal ini menuai sorotan karena:
proses penetapan denda belum selesai,
nilai denda belum ditetapkan,
denda belum dibayarkan,
dan asal muatan berasal dari jetty yang sedang bermasalah secara hukum dan administratif.
Dalam praktik penegakan hukum administrasi, objek pemeriksaan biasanya tidak dilepaskan sebelum sanksi dan kewajiban administrasi dipenuhi. Pelepasan hanya dengan dasar “komitmen akan membayar” bukanlah landasan hukum yang kuat, apalagi di tengah dugaan pelanggaran berlapis.
Keputusan ini dinilai berpotensi melemahkan wibawa penegakan hukum serta membuka ruang preseden buruk bahwa pelanggaran dapat diselesaikan melalui kelonggaran, bukan kepatuhan.
Sikap dan Desakan JAMH Sultra–Jakarta
Mendesak pencopotan Danlanal Kendari atas keputusan pelepasan kapal yang tidak mencerminkan prinsip kehati-hatian dalam penegakan hukum.
Meminta Kejaksaan Agung RI mengusut tuntas dugaan pelanggaran PT DMS, termasuk pelanggaran pemanfaatan ruang laut, potensi kerugian negara, serta dugaan pencemaran lingkungan dan kerusakan mangrove.
Mendesak Kejagung RI memeriksa Direktur Utama PT DMS atas dugaan pelanggaran yang ditimbulkan dari kegiatan operasional perusahaan, termasuk dugaan belum menunaikan kewajiban pajak.
Mendorong Dirjen Minerba ESDM untuk menolak pengajuan kuota RKAB PT DMS sampai seluruh persoalan hukum, administrasi, dan lingkungan terselesaikan.
Menyerukan pencabutan IUP PT DMS apabila terbukti melakukan pelanggaran berulang dan tidak menunjukkan itikad baik.
JAMH Sultra–Jakarta menegaskan bahwa penegakan hukum harus berpihak pada kepentingan publik, keselamatan lingkungan, dan keadilan. Kasus ini tidak boleh berhenti hanya di tingkat klarifikasi administratif. Kami akan terus mengawal proses hukum hingga tuntas, agar tidak ada pihak yang merasa kebal dari aturan.


















