Jakarta, (31 Juli 2025)—
Di tengah berbagai dinamika sosial-politik nasional, perbincangan hangat mewarnai grup WhatsApp ForJIS MAHKAMAH Rakyat, yang dihuni hampir 200 tokoh bangsa dari berbagai latar belakang. Dalam salah satu diskusi penting, muncul pemikiran tajam dari Apandi Tondowatu, anak Jalanan Yang peduli nasib bangsa dari Konawe, Sulawesi Tenggara.
Menurut Apandi, Indonesia seharusnya tidak hanya mengandalkan sistem hukum tata negara, melainkan membangun sistem kebangsaan yang menyatu dengan nilai-nilai luhur bangsa. “Kita butuh sistem kebangsaan yang menjadi ruh dari kehidupan bernegara, bukan sekadar struktur hukum dan administrasi,” ungkapnya.
Namun, pandangan tersebut mendapat tanggapan kritis dari akun bernama Barlian Suar. Ia menyatakan bahwa akar masalahnya bukan sekadar sistem, melainkan ketiadaan kepala negara yang sejati. “Indonesia baru memiliki kepala pemerintahan, belum benar-benar memiliki kepala negara,” tulisnya.
Diskusi pun makin hangat ketika akun bernama @fiqihsaja2121 menyampaikan pandangan religius:
“Suatu negara akan berhasil, maju, aman, dan berkah kalau pemimpinnya takut Allah, takut kepada rakyat, takut pada hukum, takut dosa dan takut neraka. Cukup itu saja dan cukup pemimpinnya saja.”
Pernyataan ini pun diamini oleh Apandi Tondowatu, yang kemudian mengaitkannya dengan konsep trias politica dalam hukum tata negara. Ia menyebut bahwa pembatasan kekuasaan memang penting, namun tidak boleh mengabaikan sistem nilai dan karakter kebangsaan yang lebih dalam.
Barlian Suar menanggapi lebih lanjut dengan menyentil sejarah penyimpangan ideologis:
“Trias Politika boleh saja, tapi jangan terdoktrin oleh Eka Prasetya Panca Karsa (P4). Pancasila diselewengkan dari sumber hukum menjadi sekadar landasan moral. Kini Pancasila tinggal dongeng.”
Ia menambahkan dengan satire, “Yang bagus tidak kelihatan radikalnya, seperti Jokowi bela ternaknya. Itulah politik boleh licik, tapi santun,” tulisnya.
Tepat pukul 00.00 WIB, di detik-detik menyambut bulan kemerdekaan, Apandi Tondowatu kembali menegaskan pandangannya:
“Yang licik itu partai. Partai digunakan untuk menghalalkan segala cara. Jangan harap ada kemakmuran dan keadilan selama partai politik masih mendominasi negeri ini.”
Pernyataan tajam Apandi yang selama ini dikenal lewat slogan “Bubarkan Partai” kembali mendapat dukungan luas dari berbagai anggota forum, yang menilai bahwa evaluasi menyeluruh terhadap sistem politik nasional adalah hal yang mendesak dan tak bisa ditunda.
(Red)