Jakarta, (04/07/2025)— Dalam rangka memperkuat diskursus publik tentang pengelolaan sumber daya alam di daerah, Koalisi Mahasiswa Madura menggelar sebuah diskusi publik bertema “Optimalisasi Potensi Migas di Madura untuk Ketahanan Energi Nasional”. Kegiatan ini diinisiasi sebagai respons kritis terhadap berbagai dinamika pengelolaan sektor minyak dan gas bumi (migas) di wilayah Madura, yang hingga kini belum sepenuhnya mencerminkan asas keadilan distributif dan keberlanjutan.
Acara ini dihadiri oleh perwakilan dari SKK Migas, Pertamina Hulu Energi, Tenaga Ahli Komisi XII DPR RI, Dan akademisi pemerhati kebijakan energi sebagai Narasumber dan juga tokoh pemuda, dan mahasiswa ikut serta dalam acara diskusi yang diselenggarakan oleh Koalisi Mahasiswa Madura.
Faris Ketua Umum Koalisi mahasiswa Madura dalam sambutannya “ Madura adalah tanah yang diberkahi. Di balik segala stereotip dan tantangan pembangunan yang selama ini sering dikaitkan dengannya, Madura justru menyimpan kekayaan sumber daya alam yang luar biasa. Baik dari sektor kelautan, pertanian, hingga sektor yang saat ini banyak dibicarakan: migas dan potensi energi lainnya. Dari daratan Sumenep hingga pesisir Bangkalan, dari tambak garam hingga ladang gas, tanah Madura sesungguhnya menyimpan kekuatan ekonomi yang sangat besar. Namun, pertanyaan mendasarnya adalah: sudah sejauh mana potensi itu diolah untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat? Apakah kekayaan alam Madura benar-benar telah menjadi sumber kesejahteraan, atau justru menjadi ironi di tengah kemiskinan struktural dan ketimpangan pembangunan?
Sebagai akademisi, kami percaya bahwa kekayaan sumber daya alam tidak akan pernah cukup jika tidak diiringi dengan sumber daya manusia yang cerdas, kritis, dan berdaya saing. Justru di sinilah peran dunia kampus menjadi krusial—bukan hanya sebagai menara gading yang mengamati, tetapi sebagai agen perubahan yang berpihak pada keadilan sosial, transparansi, dan keberlanjutan.”
perwakilan SKK Migas menegaskan “ bahwa pengelolaan migas nasional masih mengacu pada skema bagi hasil:
• Minyak: 85% untuk negara, 15% untuk investor/kontraktor
• Gas: 70% untuk negara, 30% untuk investor/kontraktor
Meski skema tersebut memperlihatkan dominasi negara dalam hal kepemilikan hasil, implementasinya di daerah penghasil seperti Madura masih menyisakan tantangan serius, terutama dalam konteks penerimaan daerah dan penyaluran Participating Interest (PI) 10%. Porsi PI tersebut, sesuai amanat regulasi, tidak serta-merta diberikan, melainkan harus diakses melalui pembentukan dan kesiapan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) yang memenuhi kualifikasi teknis dan administratif.”
Data mencatat bahwa cadangan minyak di wilayah Madura berkisar pada angka ±108 juta barel, sementara cadangan nasional saat ini diperkirakan mencapai ±2,4 miliar barel. Artinya, Madura memiliki posisi strategis dalam mendukung ketahanan energi nasional. Namun demikian, tantangan struktural seperti keterbatasan fiskal daerah, kapasitas kelembagaan, serta ketimpangan informasi publik menghambat optimalisasi potensi tersebut secara adil dan inklusif.
Dalam forum ini, mahasiswa menyampaikan sejumlah catatan kritis terhadap ketidakseimbangan antara kontribusi daerah dalam eksplorasi energi dan manfaat yang diterima oleh masyarakat lokal. Di sisi lain, mahasiswa juga menekankan pentingnya penguatan kapasitas BUMD, transparansi dalam pengelolaan Dana Bagi Hasil (DBH), serta penegakan prinsip good governance dalam sektor ekstraktif.
Koalisi Mahasiswa Madura mendorong adanya keterbukaan akses terhadap informasi eksplorasi dan eksploitasi migas, termasuk melalui platform CIVD (Cost Recovery Information & Vendor Database), sebagai bagian dari mekanisme transparansi dan partisipasi publik. Mahasiswa juga menyampaikan pentingnya penguatan fungsi pengawasan terhadap pemerintah daerah dan BUMD, agar pengelolaan sumber daya tidak terjebak pada praktik elitis dan tidak akuntabel.
Ketua Pelaksana Diskusi Publik Koalisi Mahasiswa Madura, Musa menyampaikan bahwa sudah saatnya masyarakat Madura, terutama generasi muda, aktif mengawal tata kelola migas agar lebih adil, transparan, dan berpihak pada daerah penghasil.
“Kita ingin memastikan bahwa potensi migas tidak hanya menjadi berkah bagi pusat, tetapi juga memberi manfaat nyata bagi masyarakat Madura. Termasuk soal distribusi DBH, lingkungan hidup, dan keterlibatan BUMD lokal,” ujarnya.
Diskusi ini juga menghadirkan pembahasan terkait regulasi seperti UU No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, serta UU No. 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah, yang menjadi landasan bagi daerah untuk memperjuangkan haknya atas PI dan Dana Bagi Hasil (DBH) migas.
Sebagai penutup, forum ini menghasilkan beberapa rekomendasi strategis, antara lain:
1. Mendorong sinergi antara pemerintah daerah dan pusat dalam pemenuhan hak PI 10% untuk Madura.
2. Menuntut kejelasan dan keterbukaan skema DBH agar manfaat migas dapat dirasakan langsung oleh masyarakat.
3. Mendorong DPR RI dan pemerintah untuk segera menyelesaikan revisi UU Migas dengan pendekatan yang lebih desentralistis dan berkeadilan.
4. Memperkuat literasi energi dan tata kelola SDA di kalangan mahasiswa agar menjadi mitra kritis dalam pengawasan kebijakan publik.
Dengan semangat ilmiah dan keterlibatan konstruktif, Koalisi Mahasiswa Madura berharap bahwa potensi migas yang dimiliki wilayah ini tidak hanya menjadi bagian dari agenda energi nasional, tetapi juga menjadi instrumen untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemandirian masyarakat Madura.