Penyelenggaraan pemilu Indonesia masih tidak bisa lepas dari persoalan realisasi hak pilih pemilih di Tempat Pemungutan Suara (TPS). Dalam setiap pemilihan umum dan pemilihan kepala daerah, tidak bisa dipungkiri pemilih pemula yang mayoritas kaum gen Z sedikit apatis dan cenderung tak menggunakan hak pilih saat pemilu. Tentunya selalu menjadi perbincangan menjelang pemilihan umum. Begitu pula dengan saat ini, pemilih pemula menjadi sorotan apalagi prediksi jumlahnya tidak sedikit dalam pesta demokrasi tahun ini.
Ketua Umum Himpunan Pemuda Pelajar dan Mahasiswa Kecamatan Molawe,Yongki Saputra mengatakan, untuk menghadirkan pemilih pemula yang cerdas tentu bukanlah perkara mudah dan gampang. Oleh karena itu, sebagai insan akademis kita harus membuka pintu-pintu menuju pemahaman politik yang penuh keadaban agar masyarakat lebih cerdas dalam menjatuhkan pilihannya.
“Karena pemahaman politik yang minim, pemilih pemula cenderung menjadi sasaran politik uang” ungkapnya
Ketua Umum Himpunan Pemuda Pelajar dan Mahasiswa Kecamatan Molawe (HIPPMAMOL) Yongki Saputra berharap kaum muda tidak apatis terhadap politik dan pemilu. Dia juga mengajak anak-anak muda, mahasiswa serta para pemilih pemula untuk lebih kritis dalam memberikan hak suaranya pada pemilu mendatang.
lanjut Yongki, Jiwa kritis pemilih pemula dalam memilih, merupakan modal penting dalam setiap kesempatan pemilu untuk menghukum para politisi dan partai politik yang selama ini memiliki kinerja buruk, asyik mementingkan diri-sendiri, dan tidak pro terhadap rakyat.
“Teman-teman harus semangat dalam menentukan pilihan nanti, cek siapa yang akan dipilih ke depan, apakah janji sebelumnya sudah di tepati atau tidak. Hukumannya bagi yang tidak menepati jangan dipilih lagi,” tegasnya
Menurutnya, Hukuman untuk tidak memilih politisi dan partai politik yang tidak pro rakyat merupakan jawaban atas kekecewaan para pemilih pemula terhadap kinerja partai, pemimpin dan elit politik atas kinerja buruk serta kurangnya keberpihakan terhadap persoalan rakyat.
“Pemilih pemula harus menjadi bagian penentu kebijakan dan pembangunan negara dan jangan sampai golput,” ucapnya
Jumlah pemilih pemula yang begitu besar tiap perhelatan pemilu tentunya menjadi tugas pemerintah dan intansi terkait dalam mengurangi potensi golput serta potensi hilanganya hak pilih terhadap pemilih pemula.
menurut yongki, dengan cara memberikan pendidikan politik yang membangun dan rutin mengadakan sosialisasi pemilu menjadi salah satu parameter pemilu demokratis yang ditandai dengan pelaksanaan pemilu yang inklusif.