Jakarta, detikj– Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencabut empat Izin Usaha Pertambangan (IUP) di wilayah Raja Ampat, Papua Barat Daya, menyusul evaluasi menyeluruh terhadap legalitas dan dampak lingkungan. Pencabutan ini dilakukan terhadap PT Anugerah Surya Pratama, PT Nurham, PT Mulia Raymond Perkasa, dan PT Kawei Sejahtera Mining yang terbukti tidak memiliki AMDAL dan beroperasi di kawasan konservasi tanpa izin kehutanan.
Keputusan tegas tersebut dinilai sebagai langkah progresif dalam menjaga keutuhan ekosistem Raja Ampat, kawasan dengan keanekaragaman hayati laut tertinggi di dunia. Selain tidak memiliki dokumen lingkungan yang sah, keempat perusahaan juga tidak menyusun Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB), serta tidak menunjukkan aktivitas pertambangan yang produktif sejak mengantongi izin.
Direktur Gagas Nusantara, menyebut pencabutan ini sebagai bentuk keberanian politik dan ketegasan hukum. “Bahlil bukan sekadar menteri teknis, tapi pelaksana visi ekologis Presiden Prabowo. Ia bertindak atas dasar hukum dan fakta lapangan, bukan tekanan kepentingan,” ujar Romadhon Jasn di Jakarta, Selasa (10/6).
Di sisi lain, pemerintah tetap mengizinkan PT GAG Nikel beroperasi di Pulau Gag karena perusahaan ini telah memenuhi seluruh persyaratan formal dan teknis. Sejak 2014 PT GAG Nikel memiliki dokumen AMDAL, IUP sejak 2017, dan Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) sejak 2015. Dari 13.000 hektare luas konsesi, baru 130 hektare yang dibuka, yang berarti hanya sekitar 1% lahan yang digunakan, jauh di bawah ambang risiko ekologis.
Romadhon menegaskan, sikap Menteri Bahlil yang menghentikan sementara operasional PT GAG Nikel pada 5 Juni lalu untuk evaluasi adalah langkah kehati-hatian yang patut diapresiasi. “Itu bukan sinyal pembiaran, tapi justru bentuk kontrol aktif. Pemerintah tidak memberi cek kosong,” katanya.
Langkah ini diperkuat dengan kunjungan langsung Menteri ESDM dan Gubernur Papua Barat Daya Elisa Kambu ke Pulau Gag pada 7 Juni 2025, guna meninjau dampak dan mendengarkan aspirasi masyarakat. Hasil tinjauan menunjukkan bahwa sebagian besar masyarakat mendukung keberadaan tambang yang legal dan terkendali, karena memberi manfaat ekonomi langsung bagi lebih dari 300 kepala keluarga.
“Raja Ampat memang harus dijaga, tapi kesejahteraan warga Pulau Gag juga penting. Kita tidak bisa bicara konservasi sambil menutup mata pada realitas sosial-ekonomi,” tegas Romadhon, merespons kritik sepihak dari beberapa aktivis lingkungan.
Romadhon juga menanggapi keras tudingan organisasi asing seperti Greenpeace yang menyebut tambang di Pulau Gag melanggar UU Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. “Kita tidak boleh terjebak pada narasi adu domba. Kritik sah, tapi jangan dijadikan alat memecah belah kedaulatan. Pemerintah bekerja berdasarkan evaluasi menyeluruh, bukan desakan opini luar negeri,” terang Romadhon.
Ia menilai pencabutan IUP yang tidak patuh dan penguatan pengawasan terhadap PT GAG Nikel adalah model baru pengelolaan sumber daya alam berbasis hukum dan akal sehat. “Ini bukan anti-investasi, tapi pembersihan. Yang patuh diberi ruang, yang abal-abal disingkirkan,” ujar Romadhon menutup pernyataannya.
Dengan 4 IUP dicabut dan 1 ditinjau ulang secara ketat, pemerintah menunjukkan bahwa pembangunan berkelanjutan bukan jargon kosong. Data, regulasi, dan keseimbangan menjadi fondasi pendekatan baru Bahlil—sebuah terobosan yang menjawab tantangan ekologis tanpa mengorbankan masa depan Papua.