Jakarta, detikj – Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menegaskan akselerasi dua program strategis: revitalisasi sepuluh lapangan migas terbengkalai dan percepatan hilirisasi nikel. Kebijakan ini diharapkan mendongkrak produksi minyak hingga 31.300 barel per hari (BOPD) mulai kuartal III 2025 serta mengerek nilai ekspor nikel hilir mendekati USD 40 miliar pada akhir tahun.
Revitalisasi lapangan migas melibatkan alih kelola wilayah kerja yang sudah memiliki Plan of Development (POD) namun mangkrak, antara lain di Blok Cepu dan Natuna. Pemerintah menargetkan investasi USD 1,8 miliar untuk pengeboran ulang dan studi teknis, dengan perkiraan lifting tambahan 20.000 BOPD sejak Oktober 2025. SKK Migas memastikan proses tender operator baru rampung Agustus ini.
“Langkah ini membuktikan keseriusan negara memaksimalkan potensi migas yang tertunda. Jika dikelola transparan, masyarakat akan merasakan kenaikan pasokan dan harga energi yang lebih stabil,” ujar Romadhon Jasn, Direktur Gagas Nusantara, Selasa (17/6).
Di sektor pertambangan, Bahlil menyoroti pelarangan ekspor bijih nikel sejak 2020 yang meningkatkan nilai tambah. Ekspor stainless steel dan feronikel kini menyumbang hampir USD 40 miliar, naik dari USD 3,3 miliar pada 2018. Pemerintah memfasilitasi pembangunan smelter baru dan insentif fiskal untuk investasi hilir, menargetkan kapasitas pengolahan 30 juta ton bijih per tahun.
“Hilirisasi nikel bukan hanya soal devisa, tapi menggerakkan industri dalam negeri. Kita perlu pantau kualitas produk dan jamin akses teknologi agar smelter berjalan optimal,” tegasnya.
Menteri Bahlil juga menegaskan program perluasan jaringan gas rumah tangga (jargas) untuk mengurangi impor LPG senilai USD 35 miliar per tahun. Pada 2025–2026, pemerintah akan membangun 1.200 km pipa baru, menambah 200.000 sambungan rumah, dan menyiapkan subsidi konversi harga gas di tingkat rumah tangga.
“Diversifikasi energi ini penting untuk beban subsidi. Jika jargas terealisasi sesuai target, masyarakat di kota dan desa akan merasakan harga energi Rp 7.000–8.000 per kg, jauh lebih murah dibanding tabung 3 kg,” kata Romadhon.
Meski direspons positif, tantangan tetap ada. Asosiasi Pertambangan Nikel Indonesia (APNI) menyoroti perizinan lingkungan dan logistik smelter di Sulawesi. SKK Migas juga mengingatkan potensi keterlambatan tender akibat evaluasi teknis. Pendanaan swasta dan jaminan negara akan menjadi kunci percepatan.
“Pemerintah harus memperkuat koordinasi lintas kementerian, mempercepat perizinan, dan menyediakan skema garansi investasi. Tanpa itu, target kuartal III bisa molor,” pungkas Romadhon.
Dengan fondasi kebijakan yang berani dan mitigasi risiko yang matang, langkah Menteri Bahlil menjadi tonggak awal bagi ketahanan energi dan penguatan industri hilir nasional.