Jakarta, 17 Juli 2025, Ismail, seorang aktivis muda yang berasal dari Muna Barat, menyatakan sikap tegas menolak rencana pembangunan jembatan yang akan menghubungkan Muna dan Buton. Ia mengkritik proyek ini, yang saat ini menjadi fokus utama Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara.
Menurutnya, proyek ini bukanlah kebutuhan yang mendesak buat masyarakat dan justru berpotensi mengabaikan persoalan-persoalan krusial yang lebih mendesak.
“Kalau pemerintah ingin membangun, maka bangunlah yang benar-benar dibutuhkan oleh rakyat. Jalan-jalan di Muna dan Buton masih banyak yang rusak parah, akses antarwilayah terganggu, dan pelayanan dasar seperti kesehatan dan pendidikan juga masih jauh dari memadai. Mengapa bukan itu dulu yang diprioritaskan?” ujar Ismail.
Ia juga menunjukkan bahwa proyek jembatan ini merupakan bagian dari inisiatif Gubernur Sulawesi Tenggara dan mendapat dukungan dari beberapa tokoh politik, termasuk Ridwan Bae, seorang anggota DPR RI. Ismail mengingatkan bahwa keterlibatan tokoh politik dalam pembangunan ini seharusnya tidak mengalihkan perhatian dari tujuan utama, yaitu kesejahteraan masyarakat, bukan untuk kepentingan elit.
“Memang benar bahwa proyek ini didukung oleh Gubernur dan beberapa tokoh seperti Ridwan Bae. Namun, semoga dukungan ini tidak menjadikan proyek ini sebagai ajang pencitraan politik dan mengabaikan suara serta kebutuhan nyata masyarakat,” tegasnya.
Ismail juga mengingatkan bahwa Ridwan Bae pernah disebut dalam pemeriksaan KPK terkait dugaan aliran dana dalam proyek DJKA Kemenhub, seperti yang dilaporkan oleh Kompas. com pada 31 Juli 2023. Ia berpendapat bahwa keterlibatan nama RB dalam konteks tersebut menunjukkan perlunya peningkatan pengawasan terhadap proyek besar semacam ini.
“Kami tidak menuduh siapa pun, tetapi sejarah pemeriksaan oleh KPK seharusnya menjadi peringatan. Jangan sampai proyek ini membuka peluang baru untuk korupsi yang menyamar sebagai pembangunan,” ujarnya.
Ismail menyerukan agar pemerintah daerah dan pemerintah provinsi lebih memprioritaskan kebutuhan dasar terlebih dahulu. Ia mengajak seluruh elemen masyarakat untuk kritis terhadap proyek-proyek mercusuar yang minim urgensi dan rawan ditunggangi kepentingan elit.
“Sulawesi Tenggara butuh pembangunan yang tepat sasaran, bukan yang spektakuler tapi jauh dari kebutuhan rakyat. Kami menolak proyek ini, bukan karena anti-pembangunan, tapi karena masih banyak hal urgen yang harus dibenahi terlebih dahulu,” tegasnya.